Pengantar
Kemana sibulan
malam ini? Sepertinya dia tak muncul, jangan –jangan dia takut hujan, padahal
hujan tak membasahi bulan, terlalu jauh bagi hujan menyentuh bulan. Apa kabar
dengan dandelion yang terbang hari ini
ke arah barat, ibunya baru melahirkan, tak menoleh ia kebelakang,
bersama si adik dandelion pergi meninggalkan induknya, pamit dengan bahasa ibu.
Beranda lantai
dua terlalu dingin bagi sebatang gitar dengan senar mahal, hasil cimplakan
merek gitar terkenal di negri samurai, yang dibandrol murah di pasar yang
jaraknya tak sampai 2 kilo dari beranda lantai 2.
Hanya aku dan si
gitar murah yang perlahan mendingin, semut – semut musim hujan tak datang
menjenguk, mungkin karena kami tak memiliki remahan makanan yang berserakan
atau entah karena si semut tak tahan dingin, oh aku lupa mungkin rumahnya di
bawah tanah kebanjiran akibat hujan, dan dia terpaksa mengungsi jauh seperti
anak ibu dandelion, sehingga tak lagi tampak seperti bulan yang ditutupi hujan.
November selalu
dikaitkan dengan hujan dan penghujung tahun,padahal dalam setaun ada 12 bulan,
dimana diakhiri dengan Desember yang selalu membawa lebih banyak hujan bahkan
salju di negri sana.
Kupetik lagi
senar si gitar, pada yang keenam kuceritakan.
dulu aku juga
memiliki teman sepertimu, yang kuberi nama Brock, Brock adalah gitar pertama ku
di ibukota sana, yang pasti bukan barang hasil cimplakan pasar tradisional, dia
asli dari negri penuh manga disana.
Kau tampak
kebingungan, oya kau tak memiliki nama, bagaimana kalau kau kuberi nama Lion?
Suka tak suka kau harus menerimanya, brock dulu juga begitu, tak terlalu
jeleklah, seleraku tak seburuk itu, bayangkan saja jika kau diberi nama oleh
para pemuda yang sering berkumpul di gang pertigaan sana, dengan botol beernya
kau akan dimainkan kasar, kuyakin namamu akan lebih buruk dari apapun, jika
diberi nama oleh orang mabuk.
Lion… maukan kau
mendengar ceritaku? Sepertinya pagi masih lama, aku tau kau mengangguk jika
nada di senar 5 akan merdu jika kupetik di nada mayor, tp terkadang aku juga
suka minor, nada seperti itu cocok untuk melukis suasana hatiku sekarang, hey!
Tampaknya ibu dandelion juga ingin bergabung dengan kita, lion dia teratrik
dengan cerita masa laluku! Kau juga bisa menciumnya kan? Kau bisa menciumnya!
Wangi tanah ketika dibasuh hujan, rumah – rumah semut yang telah terendam juga
ingin berbagung, walaupun tak tampak aku rasa bulan masih ada, terbukti dengan
aku masih bisa melihatmu lion, itu berkat sinarnya yang menyebar dari celah
celah hujan.
Lion, ibu
dandelion, rumah semut yang terendam, bulan yang tertutup hujan dengarlah
dongeng nyata dari sejarah hidup, kurasa semesta juga akan mendengar.. tenang
kalian tidak akan tertinggal, sebab ceritaku tak terlalu jauh dari halaman
satu…
MELODY
ZAHRA DAN ATHAR WANGIAN
Untuk
hati Yang Tidak pernah tua...
Jakarta 2016.
“Aku bisu karena aku tidak diajak berbicara”
“Ooh begitu? Dan kau tau? aku tuli karena tidak diajak untuk
mendengar”
“….. ..”
“Ini topi rajutmu, itu pemberian pertamaku
hasil menjual buah segar dipasar bukan? Semoga kau masih ingat, sekarang
letakan tangannmu di dadaku dan bicaralah dalam hati, mungkin ini bisa
meredakan marahmu, ya marahku juga, sehingga tak ada lagi perdebatan antara si
bisu dan si tuli, kali ini hati yang akan menang… aku bertaruh.”
Kira – kira begitulah beberapa penggalan dialog
pementasan theater pekan ini, ya diakhir pekan aku memang rajin mendatangi
pementasan seni, tubuh yang meminta
untuk diajak kesana, karena tiap kali kesana, penglihatan dan pendengaran
seperti dimanja – manja, susahnya, itu berakibat candu!.
Oya bagaimana kalau kita berkenalan dulu, nama lengkapku adalah Athar Wangian, kalian bisa memanggilku dinama depan, ya “Athar”!. Athar adalah nama pertama kali yang dikenakan untuk Bung Hatta yang mempunyai arti wangi, akan tetapi karena waktu itu banyak keluarga Bung Hatta yang sulit mengejanya, nama Athar diganti menjadi Hatta. Tentunya orangtuaku memberi nama itu agar ingin aku tumbuh seperti Wakil Presiden pertama di Negara ini, selain karena kedua orang tuaku berdarah minang yang sama dengan Bung Hatta, beliau juga adalah sosok yang patut dicontoh, terutama untuk pendidikan anak-anak dan pemuda di negri ini.
Aku lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik dengan mengambil jurusan Sosiologi di kampus negri ternama di Sumatera Barat, semasa kuliah aku
aktif berorganisasi, emmm.. mungkin lebih tepat melabelinya sebagai mahasiswa
yang gemar berkegiatan. Aktif di himpunan dan juga mempunyai sekelompok teman diskusi untuk
membahas apa saja, seperti membahas perang, mempertanyakan tuhan,
memperdebatkan marxis, serta mengisahkan dongeng kuno dari negri – negri di dunia, apapun itu, ketika otak sudah gelisah untuk melempar tanya, pasti akan
menjadi santapan kami ketika berkumpul, aku juga mempunyai Event Organizer, karena aku
menyenangi acara-acara yang berbau music dan entertain, lalu aku juga mendirikan sebuah media cetak
dikampus, ini untuk melampiaskan cintaku pada dunia sastra dan jurnalistik.
“berapa pak?”
“27 ribu”
“sudah pas?”
“sama ku yang sudah tua ini masi
sempat kau menawar? Tega kali kau thar”
“denganku yang masi muda dan lapar
pengetahuan masi juga kau menaruh harga tinggi pak”?
“tak ada yang mahal untuk sebuah ilmu
pengetahuan”
“tak ada tawar menawar bukan proses
jual beli di toko loak pak, taruhla label harga seperti di toko-toko buku besar
agar aku tak bertanya lagi, saya cuma menikmati sensasi belanja disini, salah
satunya tentang bernegosiasi soal harga”
“bagaiman pementasan kali ini?”
“ya lagi-lagi roman cinta yang
berujung bahagia”
“kau menginginkan berujung sengsara?”
“aku cuma ingin sekali-kali menonton
yang berbeda, tp ya alurnya selalu begitu”
“namun kau tetap disitu”
“buktiku mencintai sastra”
“cintailah wanita”
“aku sudah mencintai ibuku”
“cintailah calon ibu anakmu”
“saya selalu mencintai keindahan,
ambil saja kembaliannya pak Anwar” sembari
aku memberi uang pas
47 ribu lalu berlalu pulang menuju Tamara.
Pak Anwar adalah pemilik toko buku
kecil disekitar Jakarta Selatan, tidak jauh dari gedung tempat pementasan acara
seni yang sering aku
datangi, ketika sudah menonton pementasan theater atau acara seni lainnya, aku selalu sempatkan
diri mampir ke toko pak anwar, bisa jadi untuk membeli buku, atau sekedar
singgah untuk berbincang hangat dengan beliau.
Pak Anwar memilik dua orang putri,
yang pertama umurnya kurang lebih sama denganku, sekitar 22-25 tahun, saat ini
bergabung menjadi anggota kepolisian di Jakarta, polwan ini juga memiliki satu
adik perempuan yang sekarang sedang kuliah disalah satu perguruan tinggi negri
di kota ini dengan mengambil jurusan fisika, Sekar Karunia Anwar (Sekar) untuk
si kakak dan Hanum Adeyana Anwar (Anum) untuk si adik, tentunya kedua nama itu
lahir dari pemikiran dan hati ayah mereka. Sesampainya di Tamara, ketika sedang focus memasukan anak kunci ke pintuku,
aku disapa elok oleh pemiliknya.
“Pulang kerja?”
“oh ibu, tidak bu, abis keluar
sebentar”
“tadi temanmu yang kos di pertigaan
depan mampir kesini.. aduhh, siapa namanya? Ibu lupa, maklum sudah tua”
“Sakti maksud ibu?”
“iyaaa Sakti, sampaikan ke Athar kalau
besok siang wajib kekantor, dari tadi dihubungi kamu susah katanya”
“ohh iyaa, hp ku didalam tas bu, kebiasaan bu, kalau sedang diperjalanan jarang saya
keluarkan, terimakasih bu sudah menyampaikan dan juga ingat pesan yang ingin
disampaikan Sakti, walaupun sudah tak lagi muda, hahaha jangan marah, saya tidak bilang tua”
“kalau untuk amanah insya allah ibu
tak pernah lupa, tp bukannya besok itu minggu? Sebenarnya pekerjaanmu itu apa
sih? Jam dan hari kerjanya tidak jelas”
“di bumi ini ada sekitar 7 Milyar
lebih manusia, pekerjaanku memikirkan itu bu”
“penjelasanmu selalu tidak bisa ibu
mengerti, sudah istirahat sana”
“oiya terimakasih bu, saya kekamar
dulu”
Yang tadi itu adalah ibu Tamara, ibu
tempat aku menyewa kamar di ibukota, orangnya baik, ramah, dermawan dan cantik, walaupun sudah hidup bersama bumi
kurang lebih 60-70 tahun. sebenarnya aku tak tau nama
asli beliau, tapi karena beliau cantik walaupun sudah memasuki usia senja, aku yakin waktu di usia muda beliau jauh lebih
cantik, secantik Tamara Blyzenski, makanya aku menamainya dengan Tamara,
teman-teman baikku dilingkungan kerja ataupun teman lainya menyebut kosku
dengan sebutan Tamara, “gue ke
tamara ya thar” atau “thar lu ditamara ngga?” begitulah gambaran cara mereka
menyebutnya, yang intinya Tamara berhasil aku populerkan.
Hempasan pertama tubuhku dikasur
langsung bersamaan dengan membuka telfon genggam miliku, banyak sekali email
yang masuk, pesan pribadi dan obrolan grup Whatsapp yang
chatnya sudah mencapai angka ratusan,
entah apa yang mereka lagukan, aku hanya fokus kepada pesan milik Sakti, pantas
Sakti sampai menyusul ke Tamara untuk memastikan agar aku besok datang ke
kantor, rupanya bu Mala pemimpin
ditempatku bekerja, mengabari besok kantor kami akan didatangi
oleh Mba Rita Swardi, mba Rita adalah seorang konsultan media di salah satu
organisasi sosial di Amerika, dulu dia bekerja dan berkegiatan ditempatku
bekerja sekarang, tapi karena kepandaianya yang diatas rata-rata, dunia
Internasional menjadi membutuhkannya. Oya aku lupa belum menceritakan dunia
kerjaku, kalau aku memberikan penjelasan seperti penjelasan kepada bu Tamara
tentunya kalian akan mengeluh kebingungan karena tidak puas, tapi malam ini aku
sudah letih, lampu lorong rumah
ini juga sudah padam, biasanya cahayanya
menembaki kain penutup jendelaku, yang membuat wana putihnya berubah
megah menjadi emas terang, ya itu
tandanya kota ini sudah lelah, besok aku berjanji akan
menceritakannya, sekaligus mengenalkan orang-orang yang ada di dalamnya, serta
bagaimana serunya memperoleh kebahagian di J.19/ZA.
Sudah ya aku mau bertemu nyenyak dulu, karna itu sudah menjadi hak tubuhku.
J.19/ZA
Kantorku berada di daerah Jakarta
Selatan, kami menyewa sebuah
apartemen sederhana untuk menuntaskan pekerjaan kami, silahkan
kunjungi tower Jasmine, nama tower yang paling aku suka di apartement ini,
namanya sama persis seperti nama putri dongeng di negri disney, yang mana
cintanya difasilitasi oleh sebuah sihir dari lampu klasik ajaib, sebuah kisah
fantasi roman cinta dengan baluran musikalitas yang berkualitas, ya tentunya
dapat disimpulkan aku penggemar berat film-film disney. Walau tak memiliki
karpet terbang, aku memiliki accses card untuk dapat masuk ke pintu lift yang
akan mengantarkanmu terbang langsung ke
lantai 19, disaat liftmu terbuka di lantai 19, kau akan berhadapan langsung dengan
pintu putih tebal yang ditengah pintu bertuliskan label “J.19/ZA” yaa kita sudah sampai !!, kita sudah sampai disebuah cerita yang
tak kalah dari cerita disney. Kalian mau kuajak berpetualang bersama? Bukalah pintunya,
dan lihat keajaiban apa yang akan kita saksikan.
I.
Pementasan Konser Musik
“hay handsome
kali ini kamu tidak telat, apakah perdebatan reshuffle cabinet membuat tidurmu lebih cepat? Menurutmu mentri favoritemu
itu diganti tidak?”
Belum sempat aku menjawab pertanyaan mba Rita aku
dikagetkan dengan pintu masuk yang kembali terbuka, ternyata Bu Mala, Sakti dan
Della datang dengan membawa beberapa bungkusan, dari aromanya sepertinya itu
makanan.
“janjian bertemunya saja siang begini, kalau sampai
dia telat gue jitak alis tebalnya mba”
“aku bertaruh dua batang coklat kalau bu Mala tidak
akan melakukan itu” sahutku
“oke suatu saat akan ada masanya saya dapat 2 coklat
gratis darimu thar” dengan hanya melemparkan hormat ke Bu Mala langsung
kuhampiri Sakti dan mengambil bungkusan yang digenggamnya.
“ikan bakar gue ada kan?”
“kalo ada sayang kali gue ama lu thar, mesen aja
engga”
“adaaa kooook” Della mengarahkan bungkusan makanannya
tepat ke mukaku, tetapi pandangannya sibuk ke meja mencari tempat kosong untuk
menaruh bebrapa makanan ditangan yang satunya lagi.
“kamu mesan makanan ke Della thar?”
“tidak mba Rita”
“berarti yang sayang sama kamu itu Della” mba Rita
tersenyum menggoda.
“yang sayang sama saya itu pak Agus mba, yang punya
pondok ikan bakar ini, tanpa saya pesan pun setiap hari dia masak ikan bakar
yang banyak, bahkan dihari libur, tulus sekali ya?”
“yeee itu memang dia jualan kali”
Sambil membuka makanan yang siap disantap, mba Rita
kembali membuka obrolan.
“Pasukanmu di 17 kota apa kabar Thar?”
Yang dimaksud mba Rita adalah Pembaharu Muda,
Pembaharu Muda adalah sekolompok anak muda yang terdiri dari 20 orang terpilih
di 17 kota yang mendukung pemerintahan Indoensia aksesi FCTC. Iyaa aku tau
beberpa dari kalian akan bingung, apa itu FCTC, baiklah kucoba menjelaskan
sedikit FCTC (Framework Convention on
Tobbaco Control) adalah kerangka kerja yang digagas oleh WHO (World Health Organitation) untuk pengendalian
tembakau. Sejauh ini sudah hampir semua Negara yang sudah aksesi dan tahukah
kalian? Indonesia satu – satunya Negara di Asia yang belum meratifikasi dan
sampai saat ini dunia hanya menyisakan 7 negara yang menolak/belum mau
meratifikasi, salah satunya ibu pertiwi.
Yaaa tentu, akan timbul perdebatan disini, Lion dan
kawan – kawan atau kalian yang membaca sambil rebahan atau duduk sembari
menikmati coklat dan minuman dingin akan bertanya, untuk apa meratifikasi FCTC?
Lapangan pekerjaan kan banyak dari industry rokok? Petani tembakau mau
dikemanakan? Mereka selalu memberikan support seperti beasiswa dan pertunjukan kesenian apalagi di musik.
Hey, hey.. Athar Wangian tidak akan sepicik itu. Aku juga mengakui banyak yang
hidup dari industry ini, pegawainya, petani, buruh pabrik, team kreatif, satpam
gedung mereka dan bahkan pedagang rokok asongan dilampu merah. Begini, FCTC
tidak bertujuan untuk menutup industry rokok, dalam FCTC yang dituntut adalah
pengendalian, seperti iklan, promosi, bahkan CSR yang menargetkan anak – anak
sebagai pasar industry mereka, disinilah batinku menolak, apalagi aku salah
satu korban, ya aku mantan perokok, walaupun sampai sekarang aku bingung dari
mana rasa nikmatnya,, mungkin karena cap keren lelaki perokok yang berhasil
dibangun oleh industry menjadikan aku korban pencitraan, belum lagi nasib
petani tembakau yang hasil panennya selalu diharagi murah oleh para tengkulak,
itu karena regulasi lemah yang tak berpihak. Baru – baru ini aku diberi
keponakan pertama oleh tuhanku, sangat lucu umurnya baru 40 hari ketika aku
menulis buku ini, dengarlah Narayana Anindiya Shanum. Tenang nak kelak pak tuo
tidak akan membiarkanmu menjadi ladang ekonomi industry yang menjadikan
pemiliknya orang terkaya di negri ini.
“ oh mereka, makin seru saja mba, di Padang mereka
berhasil berdialog dengan Walikota, Bali dan Lombok tak henti – henti mengoceh
di radio dan televisi lokal, Pandeglang mewujudkan rumah kawasan tanpa rokok di
beberapa RT, kelompok Jakarta mendatangi taman – taman anak yang akan dibangun
pemerintah ibukota dan di Klaten mereka mengkampanyekan melalui Festival layang
– layang, langit Klaten penuh dengan layangan, saya menyaksikan langsung, indah
sekali.”
“ wah serunya, tak heran sih, coordinator pusatnya
keren begini”
“mereka yang keren mba”
“tak baik selalu merendah thar”
“mereka yang tinggi mba”
“baiklah kita yang keren kalau begitu”
“kalau begitu saya sepakat”
Lalu dimulailah pertemuan siang itu ditemani ikan
bakar pak Agus, Nasi Padang, Bubur Manado, Makanan Jepangnya Della dan pisang
coklat dekat stasiun favorite kantor. Mba Rita datang untuk memberikan gambaran
kondisi regulasi hak – hak anak di beberapa Negara bagian Amerika, sejauh ini
sangat berjalan bagus apalagi jika kalian membandingkan dengan Indonesia, baik
dari segi pendidikan, hak hidup yang layak, kesepakatan umur anak yang tidak
varian seperti lagi – lagi di Indonesia, aduh Indonesia lagi – lagi aku
mengeluh tentangmu.
“kamu minat ke Cape Town thar?”
“Cape Town, Afrika? dalam rangka apa mba?”
“saya ingin mengenalkanmu dengan anak – anak muda
hebat disana”
“aku sudah tidak muda mba, usia anak Cuma sampai 18
tahun, tapi kalau kata mentri yang satunya lagi dengan nama pemuda bisa sampai
30 tahun, daripada bingung karena aku sudah punya keponakan, sebut saja aku om
– om muda”
“pergi aja thar, daripada nonton theater terus” Sakti
ikut menyela
“disana juga ada pertunjukan theatre kok” terang Mba
Rita sambil mengedipkan mata
“kalau dalam waktu dekat ini sepertinya tidak mba,
masih banyak kerjaan di Indonesia, nanti kalau jadwal ku sudah agak senggang,
mungkin aku yang meminta, siapa yang tidak ingin kesana”
“disatu sisi saya mengizinkan thar, tapi mba, dengan
menumpuknya agenda kantor, persiapan, pertemuan, saya rasa Athar masih harus di
Indonesia, maaf ya mba”
“hahaha baik bu Mala” tawanya mengalah
“kalau gitu saya saja yang menggantikan Athar mba”
sakti dengan senyum pasta gigi menawarkan diri dengan pasti.
“hmmm.. kamu sepertinya harus support Athar di
Indonesia juga kan?”
“lagian kerjaan lu numpuk ti” bu Mala memasang wajah tanda
seru ke arah Sakti”.
“hahahah kantor ini walaupun tidak sedang full team tetap tidak pernah sepi
seperti biasanya ya, ini juga salah satu yang membuat saya berat meninggalkan
Indonesia” semua orang hanya menatap mba Rita dengan senyum, begitupun beliau.
“oya kemaren dalam rapat jaringan ada seorang wartawan
majalah luar negri ingin mewawancarai salah satu dari kalian, terbitan bulan
depan rencananya media ini ingin mengangkat tentang konser music mahasiswa di
Kota Padang yang tidak disponsori rokok itulo, kalian juga yang support kan?
Wah kalian memang tidak henti - hentinya membuat kejutan, jika bisa, senin
besok saya buatkan janji dengannya untuk datang kesini, ingat lo dia wartawan
favourite saya” mba Rita kembali mengedipkan mata, kali ini dengan mata kiri.
Begitulah sedikit banyaknya gambaran dunia kerjaku,
aku bekerja disebuah Yayasan yang bergerak untuk pemenuhan hak anak di
Indonesia, selain itu aku juga turut membentuk gerakan anak muda yang saat ini
sudah meluas di 25 kota, itu semua untuk menjawab tanya, dari ketimpangan isu
social dan politik yang ada di negri ini, baik bekerjsama dengan pemerintah
atau memberikan masukan yang tiada henti kepada penguasa negri. bekerja di
dunia Non Government Organitation membuka matamu lebih lebar untuk melihat
dunia, karena kau bekerja untuk kemenusiaan, mulia bukan? Hahaha tidak, ini
tidak semulia itu, tapi kujamin, tak ada yang lebih menyenangkan dan
menyedihkan saat kau terjun kedalamnya, kujamin!.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
IKAN BAKAR PAK
AGUS & VERONA
Keesokannya seperti biasa, dibagian depan salah satu
pegawai pak Agus selalu membolak balikan - ikan diatas tempat pembakaran,
disana banyak arang memerah siap melambung-hanguskan si ikan.
“jangan kehangusan mas” sapaku, kusebut saja mas,
karena aku sampai sekarang tidak tahu nama orang yang memasakan makanan sehari
– hari ku.
“eh selamat pagi mas athar” sahutnya membalas sambil tangannya
sibuk membolak - balikan ikan.
“ini udah siang mas”
“kan mas Athar yang ajarin, biar semangatnya pagi
terus”
“oh iya yaa, tapi jangan panggil mas dong, saya bukan
orang Jawa”
“saya juga bukan orang Jawa” sembari tersenyum dan
meletakan ikan yang selesai di panggang, takaran pangganganya pas!
Ada yang tak kusuka dari ikan bakar Pak Agus, ini
bukan persoalan kualitas rasa, tetapi lebih kuantitas yang tidak jelas, jika
memesan 1 porsi saja tidak memuaskan lambungku, tetapi jika memesan tambahannya
akan membuatnya sempit berebut masuk di lambung, jadi agar takarannya pas,
setelah melahap ikan bakar Pak Agus, kulanjutkan pergi ke Verona, iya Verona
adalah nama sebuah kota di Italy, tenang, tidak mungkin aku seenaknya bisa
terbang dari tempat Pak Agus ke Verona, Verona adalah nama sebuah Café di
Jakarta Selatan, bagiku tempat ini sudah seperti kantor ke 2, café dengan gaya
khas Italy, ruangannya megah tapi tak mewah, warna catnya seperti pinggiran
roti Pizza dengan hiasan garis –garis hitam wine tua, udaranya bercampur
berbagai macam aroma makanan dan minuman, seperti menicium adonan roti yang
ditemani coffee dan ada varian aroma lainnya yang aku sendiri tak tau itu apa,
tapi aku suka, ayo kita kesana, tak harus menyumbang banyak keringat kesana,
karena hanya beberapa meter dari tempatku sekarang.
-------------
“Ciao Athar,
benvenuti e benarrivati in Verona”
“Ciao Bi
Ratna, bahasa Italy ku tak kunjung membaik, masih adakah Panna Cotta yang manis untuku?”
“selalu ada yang manis untuk yang manis” tutur
senyumnya yang tak kalah manis.
Bi Ratna adalah peracik aneka masakan dan minuman di Verona, sudah berapa lidah yang merasakan kenikmatan sihir seorang Bi Ratna dalam mengolah masakan, khususnya olahan makanan Eropa, kemahirannya juga memberikan candu, aku salah satu korban bakat memasaknya yang artinya aku tidak akan bosan datang kesini. Panna Cotta yang kupesan datang, lihatlah Lion, lihat disaat Bi Ratna perlahan meletakannya di atas mejaku, Panna Cotta miliku bergetar lembut akibat gerakan tangan bi Ratna, getarannya tak membuat ceri merah di atasnya berpindah.
Akhir – akhir ini ada yang menjadi pertanyaan dalam
diriku, bimbang berjalan keselaput otak yang menghasilkan tanya dan tanggung
jawab menemukan jawab seorang diri. Ini tentang pertemuan audiensi ku baru –
baru ini dengan salah satu kementrian terkait pengendalian tembakau untuk
mencegah anak – anak menjadi perokok pengganti. Mentri tersebut mengeluh
tentang aksesi FCTC yang tak mendapat dukungan dari mentri – mentri lainnya, di
ruangannya yang sangat elit bagiku, mentri tersebut bercerita, pada saat RATAS (rapat
terbatas) antara Presiden dan beberapa kabinet semua menolak mertifikai FCTC dengan
alasan mainstream, yaitu petani dan buruh mau di bawa kemana. Apesnya mentri
yang sedang bercerita ini tak berdaya,
padahal sudah dibekali data dari hampir seluruh Negara yang aksesi FCTC,
dimana petani serta buruh mereka di 182 Negara tak mati karena FCTC, tak ada satupun pasal
FCTC yang menyatakan akan menghapus pertanian dan memecat si buruh, yang
ditegaskan dalam pasal hanya pentingnya pengendalian agar tak bablas pada kematian
bagi si perokok. Kepentingan anak dan industry kok masih diperdebatkan, oya
mungkin industry juga akan mempertebal saku si pengambil kebijakan, bukan saku
si petani yang sudah habis di palak sang tengkulak, tenang lion ini hanya
asumsi ku, takut bukuku di cekal.
Semakin bimbanglah otaku ketika membaca berita dari
sebatang telfon genggam yang kumiliki, media seperti lomba debat, tergantung
memihak kemana, jika si pemilik media adalah dari golongan partai oposisi,
habislah pemerintahan di maki –maki dengan sangat tidak intelektual, atau
sebaliknya jika berasal dari koalisi partai pemenang, sanjungan tiada henti
mengalir tanpa bukti. Penistaan agama, korupsi, pembunuhan, pemerkosaan,
penganiayaan, public figure dilibatkan untuk menarik lebih banyak mata, katanya
sebagai alternative pengalihan isu, tak ada penyelesaian kasus, semua hanya
dijadikan keseruan mereka untuk memenangkan isu, bukan antara benar atau salah,
tapi siapa yang menang atau kalah.
Aku jadi gamang lion, berhakah kita mempertanyakan masa
depan? Sementara masa sekarang tak terselesaikan?
Pantaskah membicarakan nanti, sementara kini tak kita
selesai?
Gadis – gadis kecil diperkosa dan mereka lari mencari
kuasa.
Penguasa dibebani tanya, tak dapat lagi dia membedakan
hak dan wajibnya.
Ada kalanya kalian menyalahkan raja, disaat bangsa
sedang putus asa.
Ada kalanya raja memilih tidur, karena dia juga perlu
tidur.
Kawanan elit berebut pasar, pasar bukan lagi proses
jual beli, melainkan sudah perdagangan transaksi.
Lucunya negri awak lion, karena bandit sudah menjadi
pelawak
Lucunya negri awak lion, karena pelawak sudah pandai
memalak
Anak disuruh sekolah, agar kelak kakinya kuat berdiri
mengantri kerja di pinggiran kota.
Lagu oemar bakri menjadi senjata guru, karena ilmu
kalah penting dari mobil baru.
Sedapnya negri awak lion.
Tak lagi manusia takut hukum, karena jeruji besi lebih
baik dari kamar tidur.
Pantas raja memilih tidur.
Sudahlahlah lion, kalian jadi ikut bimbang bukan?
Suapan Panna Cotta terakhirku seperti
kehilangan gula…
“MAANNNIIISSS SEKALIIIII!!!!!!!!! makanan Italy selalu
memberikan manis disetiap gigitnya” teriak kejut seorang gadis berambut
panjang, dia duduk dibelakangku, kami saling membelakangi.
“Panna Cotta bisa
menjadi favourite saya sepertinya bi Ratna” bi Ratna hanya tersenyum dengan
kedua bahunya naik di meja kasir.
“kalau yang ini namanya apa tadi?” sambil dia
mengangkat piring kecilnya kearah bi Ratna, aku dapat melihatnya dari dinding
kaca didepanku.
“tiramisu”
sambungku sopan.“kebanyakan orang menggap tiramisu
adalah masakan jepang, mungkin dari namanya yang mengarah ke negri sana, kampung
tiramisu italy juga, tak semanis Panna Cotta tetapi dia juga punya cara
memanjakan tuannya”
“oh pantas sepertinya tak terlalu asing, terimakasih
informasinya tuan…tuan tiramisu”
ujarnya sambal menoleh manis kearahku yang mengalahkan manisnya Panna Cotta, kubalas lagi hanya dengan
senyum, tentunya masih kalah jauh bahkan dari manisnya tiramisu.
Kuberanjak
pergi ke meja bi Ratna untuk menuntaskan transkasi Panna Cotta miliku,
“Panna Cotta hari
ini benar – benar manis Thar, padahal takaran gulanya pas”
“tidak bi Ratna, tetap seperti biasanya kok, tidak ada
kesalahan dalam rasa”
“tidak. Bagiku Panna
Cotta kali ini benar – benar manis, apalgi pesanan dua terakhir”
“huwalaah, terimakasih ya bi Ratna, saya permisi dulu”
Aku pergi ke pintu keluar yang bilamana pintu terbuka
atau tertutup akan mengeluarkan bunyi lonceng yang nadanya tak akan pernah
terlupa, tentunya tanpa menoleh ke gadis yang memanggilku Tuan Tiramisu.
Hari ini aku tidak harus terlalu terburu – buru ke
kantor, karena janji bertemu dengan penulis majalah luar yang akan mewawancaraiku,
disepakati nanti malam sekitaran jam 07:00 PM WIB. Sebenarnya hampir setiap hari
begitu, hal ini yang sering membuat beberapa orang sekitarku menaruh iri, jam
kerja bisa aku atur sesukaku, program – programku bisa aku kerjakan di Tamara,
Verona atau terserah padaku asal pelaksanaanya sesuai dengan tenggat waktu yang
disepakati, permasalahan tenggat waktu
juga aku yang menentukan, proses persiapanpun aku yang menjadwalkan kapan dan
dimananya berokoordinasi dengan team media ku, team desain ku, team digital
campaign ku dan team action ku. Aku benar – benar merajai waktu, bukan di bunuh
waktu, disinilah puncak rasa syukurku, karena ibukota Jakarta biasanya tak
memihak di waktu.
Kediaman Pak
Anwar
“hay Anum apa kabar? Ayah ada?”
“sedang keluar kak Athar, ada yang akan dibantu?
“ada dong”
“apah?”
“ngobrol hahaha”
“hahaha ayo, aku juga dari tadi sendirian nungguin
toko, mana pembeli sepi, sini tumblermu ku isi, tapi air putih doang ya kak”
Kata yang tepat menggambarkan Anum adalah semangat,
dia selalu semangat dimataku walau sering kali mengumbar keluh, dia berbicara
tak pernah berbeli –belit seperti lidah politik, kata – katanya tak bersayap
juga, namun dapat terbang sesuai keinginannya diwaktu kelak.
Buku - buku lama berbaris rapi seperti tegarnya
barisan tentara perang, banyak buku yang uzur dengan warna kertas didalamnya
sudah seperti kacang, ataupun buku baru yang masih segar dengan bungkusan
plastic ketat. Pak Anwar dan keluarga tau baik cara merawat buku, pantas
tokonya tak mati oleh waktu walau kadang tak laku, tempat ini tak kumuh, rapi
sekali, ukurannnya juga tak terlalu kecil untuk sebuah usaha buku rumahan,
wangi kertas buku memenuhi ruangan yang penuh cinta dan kasih sayang keluarga,
bagiku ini adalah rumah lahan sastra.
“kak Athar tidak kerja?” sambil memangku tumblerku
yang terisi penuh
“ini sedang kerja”
“ngobrol denganku tugas dari kantorkah?”
“kewajibanku memenuhi permintaan diri, bagaimana
kuliahmu num?”
“seruuu kak, banyak teman yang mengeluh banyaknya
tugas perkuliahan, padahal itu bagiku
untuk mengkarabkan terus kita dengan Fisika walau sedang di rumah”
“sudah lama aku tak melihatmu marah pada perlakuan
para fisikawan terdahulu terhadap Tasla”
“mau menuntutpun itu sudah terjadi dan berlalu kak,
Tasla sudah tenang disana dan mungkin sudah mempunyai banyak teori baru di
surga, ya itu kalau dia masuk surga hehe, sekarang aku sedang tertarik terhadap
teori terbentuknya bulan, jauuuh sekali sebenarnya dari materi tugas kuliah
yang diberikan”
“hidupmu tak semata – mata untuk tugaskan?, lalu
bagaimana bulan terbentuk, ceritakan doong” kubertanya saja, karena sepertinya
dia tertarik sekali menceritakan sebutir bulan.
“baiklah begini, dari berbagai buku yang kubaca, teori
Giant Impact yang menyatakan bulan
terbentuk dari puing – puning hasil benturan bumi dan planet sekitanya menjadi
yang terkuat dan diakui oleh banyak ahli, dikarenakan berbagai macam batuan dan
aneka isi bumi, sama persis seperti yang dimiliki bulan, aku cuma berfikir,
dari mana dasar mereka mengungkapkan hal tersebut, aku merasa itu semua
bersifat asumtif, karena memang tak ada saksi hidup ketika bulan terlahir
jutaaaaaaaaaan tahun yang lalu, bisa saja kan bulan tercipta hanya ketika tuhan
mematikan jarinya, tanpa perlu tubrukan yang merepotkan, atau tubrukan dari
mana? Bisa saja semua planet diciptakan diwaktu yang sama, ketika tuhan sedang
melukis semesta dengan kuasanya”
“waah, tapi km juga asumtif num, berarti jika menerka
–nerka masa lalu kemungkinan salah dan benarnya lima puluh berbanding lima
puluh, yang aku tau jadi bulan itu enak, dia disayang karena banyak yang
sayang”
Hanum mengangkat alis dan tersenyum heran secara
serentak.
“yaa, lihat saja, para penyair sering menyelipkan
bulan disetiap diksinya, nelayan terkadang merindukan bulan agar ikan pancingan
berdatangan, padahal mereka tak pernah bertemu, para binatang – binatang liar
juga membutuhkan bulan sebagai penerang mereka di hutan dan yang paling menyedihkan,
hampir semua manusia mengatakan cahaya bulan itu indah sekali, padahal bulan
tak bercahaya, matahari yang mengirim ke bulan agar bulan kebanjiran pujian
untuk keindahan rupanya”
“hahaha kak Athar cara pandang mu selalu berbenda”
“untuk itulah kita saling berbicara”
Hari itu dipertengahan sore banyak sekali perbincangan
ku dengan Anum, dia kembali melanjutkan perseteruan ahli – ahli lain terhadap
lahirnya bulan, kami juga mendiskusikan beberapa novel terbaru dari penulis –
penulis lama, selera Anum dalam tulis menulis bagus! lalu kami juga membahas
pak Anwar, dimana Anum justru sangat antusias menceritakan ayahnya yang tak
berkutik ketika mereka sekeluarga, Ibu Ranti istri setia dari pak Anwar serta
Anum dan Sekar, mengadakan lomba baca puisi bahasa inggris dirumah kecil
mereka, yang pasti bahasa inggris pak Anwarlah menjadi menu utama terlahirnya
tawa, cerita ini sudah berkali –kali aku dengar, namun tak pernah bosan,
mungkin energy postif dari yang bercerita dan yang diceritakan, membuat cerita
masa kecilnya selalu terdengar menarik. Terimakasih
Anum senjaku hari ini manis sekali.
--------------------------------
Kantorku sepi sekali, aku menjadi orang pertama yang
datang, eh sepertinya tidak mungkin,rekor datang belakanganku belum ada yang
sanggup mematahkan, lagian jam tanganku dari negri Swiss sana sudah menegaskan
aku telat 20 menit, jam ini tak mungkin salah, karena waktunya sudah kusamakan
dengan jam Gadang di Bukittingi. Tak ada kabar ditelfon genggam tentang
pergantian waktu dan tempat sehingga mantap aku memilh menghubungi Sakti.
“ hallo iya thar, kita di Mall bawah, tadi kakaknya
belom makan, yasudah kita ajak makan malam dulu, sini thar, lu pasti takjub,
cantiik..” padahal tak satupun kalimat tanyaku arahkan, Sakti sudah mejelaskan
keberadaan mereka dan kata cantik terdengar seperti rombongan tanda seru.
Aku tak marah kepada Sakti ataupun yang lainnnya
karena tak mengabari, aku satu fikiran dengan mereka yang mengira aku akan
telat lagi datang. Setelah keluar Jasmine untuk menuju Mall aku lebih memilih
fasilitas ekskalatior ketimbang lift, karena yaa suka saja, mungkin bosan
menunggu lift menghampiri. Mall disini
tak pernah sepi, para penghuni apartement selalu rajin memenuhi, aneka makanan
begitu banyak, tempat berolahraga, jasa pijat, tempat bermain dan penitapan
anak, serta yang pasti aneka perbelanjaan lengkap untuk memenuhi kebutuhan
primer maupun sekunder, mall sudah jadi pasar langganan mereka.
Karena tau yang lainnya sedang makan malam, kuputuskan
untuk mampir sebentar ke salah satu book
store, pada bagian depan sudah disediakan beberapa computer yang
menyediakan aplikasi katalog untuk mempermudah mencari buku yang diidamkan
tanpa perlu bertanya kepada pegawai toko. Hanya gambar garis datar yang muncul
ketika kutuliskan “intelegensi embun pagi” karya Dee, novelis sekaligus guruku,
tak ada yang cacat dari setiap diksinya, tanpa pernah mengajariku menulis, aku
bisa belajar banyak dari beliau, sehingga jangan salahkan kalau aku mematenkan
seenaknya bahwa Dewi Lestari adalah guruku dalam dunia tulis menulis.
Dari informasi yang kudapat dari sakti melalui pesan
pribadi, sepertinya mereka memilih aneka makannan laut untuk memanjakan lidah
penulis majalah luar itu, aku tak tau apakah lidah orang luar Indonesia akan
cocok dengan masakan disana, yang bagiku lahir di Padang saja terasa pedas. Ah
bukan itu persoalannya, intinya aku kesana saja, dari pada cap telatku semakin tak
tergantikan.
“euy thar, sinii, siniii” tangan sakti melambai –
lambai dari kejauhan pintu masuk tempat makan.
“kenalin thar ini Zahra yang dibicarakan Mba Rita”
berhenti memainkan telfon genggamnya, perempuan tersebut menoleh kepadaku.
Sesaat seperti jarum jam seluruh Jakarta berhenti
membeku.
Samaa… senyum yang sama dengan yang ku temui di
Verona!
Melody Zahra
“hay” sapaku ringkas
“selain masakan Italy kamu juga penggemar sea food kah?”
Sepertinya semua orang terkejut, karena kami terlihat
sudah saling kenal dan akrab sebelumnya, padahal keduanya tidak, kami hanya
pernah bertemu beberapa jam yang lalu, dalam kurun waktu yang hanya beberapa menit.
“yang menurutku enak, pasti kumakan, tidak ada pilihan
khusus” sahutku
“wah jangankan sea
food, dia satu – satunya orang Padang yang menjadikan nasi padang sabagai
makanan pokok, ngga bosan lu thar?, eh.. tunggu, tunggu, bukan itu masalahnya,
kalian sudah saling kenal sebelumnya? Ah gw ngga dianggep temen nih, punya
temen secantik ini tidak dikenal – kenalkan” yaa Sakti selalu bicara bergerutu
tanpa jeda seperti biasanya.
“ngga ti, tadi kita sempat ketemu di rumah makan
Italy, bahkan kita belum sempat kenalan, dan tadi saya sudah seenaknya
memanggil dengan sebutan, tuan tiramisu, maaf yaa, kenalkan, saya melody Zahra,
cukup Zahra saja, penulis dari Bloomberg Institute”
“Athar Wangian, di Athar saja, Lentra Anak Indonesia
Foundation”
Kamipun berjabat tangan, untuk yang pertama kalinya.
Semua lanjut menikmati hidangan malam itu, seperti
biasa, hidangan untuk ku selalu sudah disiapkan Della, tidak hanya hidangan,
dia juga menutupi kepala ikan dengan sayur – sayuran, dia tahu betul apa yang
kusuka dan apa yang kuanggap menggelikan, seperti kepala ikan, ceker dan menu –
menu yang menurutku menakutkan, Della benar – benar teman yang pengertian dan
baik sekali hatinya, tidak hanya kepadaku, hampir kesemua orang dia berlaku
special dan mencurahkan kebaikan hatinya, selama bertemu manusia, baru kali ini
aku bertemu orang setulus dirinya.
Obrolan berlajut tentang apa tujuan Zahra datang
menemui kami dikantor, Zahra berniat menulis dimedia tempatnya bekerja, tentang
apa yang kami lakukan baru – baru ini kami kerjakan, yaitu keberhasil mendukung
sekelompok mahasiswa menyelenggarakan event music tanpa disponsori oleh rokok, kami
berdiskusi banyak soal itu, cara dia mengulig beberapa pertanyaan tampak
seperti Najwa Shihab tapi ada energi oprah juga didalamnya, dia juga sudah satu
frekuensi dengan kami dalam memandang permasalahan ini, bagaimana industry rela
menggelontorkan uang demi menyebarkan jala emas untuk mendapatkan pundi – pundi
uang, biaya untuk sewa peralatan music, panggung megah, lighting yang
berkilauan, tidak sebanding dengan produktifitas kesehatan anak muda yang akan
menjadi perokok nantinya.
Tapi tentunya bukan itu yang menarik perhatianku,
banyak juga jurnalis/penulis yang sudah memandang dari sudut yang berbeda,
walaupun dia tetap memiliki khasnya tersendiri, aku juga tidak tau itu apa,
Cuma yang membuatku terkejut adalah, dia adalah warga negara Indonesia, aku
pikir semua penulis dari Bloomberg Institute adalah kewarganegaraan Amerika,
walaupun tidak semua, tapi tidak disangka dia adalah warga Indonesia asli,
keturunan sunda, lahir di Bandung dan lulusan Ilmu Komunisan Univesitas
Padjajaran, yang hebatnya lagi dia baru saja menyelesaikan gelar master di Harvard University dengan program study Public Health, jurusan S1 dan S2nya tidak
linier, mungkin dia punya alasan tersendiri untuk itu.
Setelah selesai untuk menjawab beberapa pertanyaan
dari Zahra, dan hidangan makan malam yang cukup lezat menurutku sudah habis,
kamipun berangsur untuk pamit satu persatu, Della pamit duluan, karena ibunya
yang menjemput sudah menunggu diparkiran, begitupun bu Mala sudah ditunggu pak
Radi sopir pribadinya, aku dan Sakti menemani Zahra berjalan ke stasiun kereta,
karena dengan transportasi tersebut dia memilih pulang.
“nanti turunnya di stasiun Cikini?” tanyaku
“iya, nanti dari cikini sambung ojek online menuju
matraman”
“temanku juga banyak yang menyewa kos disana, jadi
lumayan hafal daerahya”
“iya, sebenarnya bisa saja aku dari sini memesan ojek
online, dari pada pesan dua kali, tapi akum au mampir ke TIM (Taman Izmail
Marzuki) tidak jauh dari stasiun”
“ada pementasankah disana?”
“tidak ada, Cuma menemani seorang teman melatih tari,
sepertinya kamu senang mendatangi tempat seperti itu?”
“tidak rutin sih, Cuma jika sedang tidak memiliki
kesibukan, itu salah satu hiburan top 5 ku”
“wah empatnya lagi apa?”
“satu – satu dulu biar tidak gampang lupa”
“iyaa jangan gw dilupain jg, kita jalan bertiga loh”
ketus Sakti
Kamipun tertawa melihat ambekan Sakti, Zahra langsung
merangkul Sakti dan penepuk pudak ku dengan tawa pula. Hari ini Selatan Jakarta
penuh syukur, banyak hal yang menyenangkan yang kadang sering kita lupakan dan
baru teringat lagi ketika itu sudah hilang, agar itu tidak terjadi aku mencoba
mengingat kembali, bagaimana lezatnya ikan panggang pak Agus, berceloteh dengan
Anum, oiya botol minumanku yang diisinya, bahkan aku sampai lupa meminumnya, terimakasih
Anum, ringan tangan Della menghidangkan makanan, Della sebagai pelindung dari
kepala ikan, terimakasih Della, dan banyak hal lainnya, kadang menikmati hal –
hal spele dari kebaikan, menjadi sebanding dengan hal besar lainnya jika penuh
syukur, ini juga Della yang mengajarkan, sekali lagi terimakasih ya Della,
malam itu diakhiri dengan angin kencang dan suara gesekan rel dari ulah nada
kereta yang dinaiki Zahra, hey senang berkenalan… Melody Zahra.
Desa Sade
“ATHAAR ATHARRRRRRRR, gw didepan yaaaa!!!”
Sakti memang tidak memandang waktu, baru juga selesai
Shubuh, teriakannya di depan Tamara sudah seperti orang membangunkan sahur, baik
dari volume, ataupun nada yang sama saat menyebut athar seperti menyebut kata
sahur. Hari ini kami akan berangkat ke Lombok, maklum pekerja social, kantornya
ya semesta, sangat luas bukan? Sakti kuminta menjemput, karena setiap
berpergian ke luar kota, aku selalu membawa koper besar dengan banyak pakaian
didalamnya, padahal kita disana Cuma selama 4 hari, aku sudah tau, tidak semua
pakaian dikoper akan terpakai, tapi aku merasa tidak nyaman saja ketika
berpergian jauh hanya membawa baju sedikit, jadi Sakti kurepotkan untuk
membantu membawa koper dengan mobil sedan kantor, karena tidak mungkin
mengangkut koper besar dengan Najwa, oya Najwa itu motorku. Pagi ini aku tidak
telat, untung Della sudah membangunkan untuk ibadah shubuh, tapi memang sudah
kebiasaanya, setiap kami berangkat dengan pesawat pagi, Della selalu
membangunkanku yang gemar telat.
Kami berkumpul dikantor sebelum ke Bandara, kulihat
Della sedang sibuk dengan kotak besarnya, beberapa perlengkapan pribadi
dimasukan kedalam kotak tersebut, seperti sabun mandi, shampo, parfum dll.
Hanya saja yang menjadi pertanyaan, kenapa itu semua seperti perlengkapan untuk
laki – laki? Ternyata itu untuk kekasihnya yang bekerja di Bali, Della memang
baik sekali, tidak memberikan gift
yang mewah atau sesuatu yang berbentuk hadiah pada umumnya, tapi itu adalah
sesatu yang sangat dekat dan akan melekat setiap harinya, menurutku itu yang
disebut kasih sayang. Dipesawat rencana untuk melanjutkan tidurku batal,
pertama Della dengan cepat bergeser kasar mencondongkan badan kearahku, untuk
melihat kebawah arah jendela pesawat, katanya itu hal yang paling dia sukai
saat pesawat lepas landas, lalu kemudian Sakti, yang komat – kamit berdoa sepanjang
pesawat lepas landas sampai mendarat, dan kalian tau? Dia berdoa dengan suara
yang sama persis seperti tadi pagi
datang memanggilku didepan Tamara, Bah!.
-----------------------------------------------
Setibanya di Mataram kami langsung di antar ke pusat
kota Lombok, ke tempat kantor dimana mitra kami disini bekerja, sampai disana
langsung diadakan rapat program untuk 1 tahun kedepan, dimana program tersebut
nantinya akan dijalankan di Kota Padang, Bogor, Bekasi, Tangerang Selatan dan
Lombok. Tidak ada yang terlalu menarik dalam rapat, semuanya begitu normative
dan makro, “ayo kita lakukan yang terbaik” atau “kita harus membuktikan kalau
kita bisa melakukannya” dan bla bla bla lainnya, yang menurutku tidak ada hal
yang akan dikerjakan, Cuma kata – kata motivasi secara gagah saja, disinilah
kadang aku merindukan teman – teman Pembaharu Muda/beberapa teman – teman
dikampus, kalau dengan mereka kita langsung menyelam ke ide, memberanikan
otak berimajinasi, memasukan hal – hal
yang disukai, bisa film, manga, lagu dan hayalan aneh lainnya kedalam bentuk
kegiatan. Aku tidak sepenuhnya setuju, namun kadang ada betulnya juga apa yang
dikatakan Abdur Arsyad seorang komika dari Timur, dia pernah berucap “menyuruh
orang tua untuk kreatif, sama dengan menyuruh balita menjelaskan statistic!”.
“ayooo kita menculik gadis di desa sade” tawar Ayah
Akmal, salah satu petinggi lemabaga disini.
“hah menculik?” kurasa itu tanya semua orang yang ada
disini yang berasal dari luar Lombok.
“disini ada sebuah desa, Namanya desa Sade, disana
jika ingin meminang seorang anak gadis, kita harus menculiknya terlebih dahulu”
“benarkah ayah Akamal? Kalau gitu atur thaaar, lu
biasanya kan jago bikin strategi yang matang, gw mau culik 4, nanti gw bagi
untuk ayah Akmal 1, kalau masih mau nambah istri”
“hush, walaupun bercanda tidak boleh begitu, jangankan
istrinya pak Akmal, anaknya aja pasti jotos lu
kalau dengar lu ngomong begitu” ucapku sedikit kesal.
“bercanda kali paaak”
“haha iya gue juga kaliiik”
“haha yasudah ayo berangkat!!!!” ujar ayah Akmal
sembari berdiri dengan susah sambil menompang lututnya.
“ayooooo” teriak kompak semua orang.
--------------------------
Desa Sade terletak dipinggiran jalan raya Lombok, tapi
ketika sudah masuk kedalam gerbangnya, kalian akan merasakan kehidupan dunia
yang berbeda, semua bangunan dan rumah berwarna tanah, sepertinya memang
dibangun dari tanah liat, lantainya pun juga hanya berlapis tanah, namun sangat
bersih dan dingin, karena menyatu dengan bumi mungkin, para jerami melindungi
atap rumah dari panas dan hujan, dan masyarakat disini banyak berdagang menjual
kerajinan khas Lombok, membuat pesona Lombok semakin megah.
“Thar sudah dapat ide bagaimana menculik gadis
disini?” tanya Della, sepertinya dia ingin memastikan apakah aku benar – benar
akan menculik gadis disni, entah mengapa dia selalu ingin memastikan gurauan
yang mengarah tentang itu.
“oh sudah dong” kujawab dengan senang
“gimaana?”
“cara ajaib”
“okeeh caranya?
“kuculik dulu ayahnya”
“hahaahhaha teruuuuss” tawanya cantik sekali, dan aku
selalu suka
“habis itu aku selfie dengan ayahnya, kirim fotonya
kedia dan bilang ayo menikah”
“kalau dia
tetap tidak mau?”
“mau dia”
“kok bisa yakin?”
“soalnya dia juga kirim foto bersama ayahku, ayahku
diculiknya juga”
“hahahhaha,
hahahaha Athaaaarrrrrrr”
Kamu tau kenapa aku suka membuat Della tertawa? Baik dengan
cara menghibur atau iseng meledeknya, itu karena harapku untuk melihat senyum yang bagus, senyumku kan tak sebagus itu, makanya aku
menyukai orang dengan senyum bagus, termasuk Della, karena selain bagus juga
tulus, sssst untuk ini dia tidak pernah tau alasannku bercanda dan iseng
meledeknya, bahkan sampai detik ini.
“ thar sini deh”
“ kenapa?”
“sini aja”
Kudektkan badanku ke Della, dan aku sangat kaget
ketika Della melingkarkan tangannya ke arahku, ternyata dia sedang mengikatkan
pengikat kepala khas daerah sini kalau tidak salah Namanya “sapu”, Della
mengikatnya disaat kami berdiri ditempat yang paling tinggi di Desa Sade, saya
seperti Lion King di negri Disney, kala itu.
“sekarang kamu jadi pemimpin desa Sade, jaga perempuan
disini ya, dari penculik yang tidak akan membuat bahagia”
“pastii, hanya orang yang punya pikiran menculik
ayahnya dulu yang bisa membat bahagia”
“ya aku tau….”
Aah Dellaa jangan tersenyum sedekat ini.
------------------
Saat sedang santai menikmati es kelapa segar di Desa
Sade, tiba – tiba telfon genggamku berdering, aku tidak tau ini nomor siapa,
kuangkat saja.
“Hallooo”
“ATHAAAARRRR”
wah suaranya sangat keras dan berisik, ternyata itu
dalam mode loudspeaker dan ternyata itu juga adalah panggilan video, kulihat
lagi memastikan, siapa orang yang ada dalam layer video tersebut.
“woyyy ngapain celingak celinguk, siniiii”
“yaampun Zahra!! Daan kenapa ada bi Ratna jugaaa”
“haloo Athar” tegur bi Ratna sambal mengaduk adonan”
“aku lagi di Verona nih, diajakin masak sama bi Ratna,
katanya biasanya sering masak sama kamu”
“wah serunya, iyaaa aku sering kesana ngajarin bi
Ratna masak”
“belagunyaaa, kata bi Ratna kamu sering masukin adonan
seenaknya, susu putih dan coklat dimasukin tanpa takaran yang pas, gula
sebanyak- banyaknya, dan kata Bi Ratna dapur akan jadi sangat berantakan kalau
Athar yang megang dapur”
Dia berkata dengan angkuh, padahal dari layer video
terlihat jelas bagaimana mukanya berantakan penuh dengan taburan tepung,
apronnya yang tadinya berwarna putih sudah ditempeli aneka warna, mirip baju
para bocah seusai bermain crayon atau spidol.
“kalian masak apa?”
“masak martabak rasa pandan”
“hah martabak?”
“emang ngga boleh?”
“hmmm boleh aja sih”
“sini tharr..”
“aku lagi di Lombok”
“iya tau, makanya aku suruh kesini, kalau sudah disini
tidak kuajak”
“tidak bisa”
“kenapa?”
“sebentar” kuambil pengikat kepala yang diikatkan
Della tadi
“aku dapat amanah jaga perempuan disini dari ketidak
bahagiaan”
“hahaha yaampun lagi di Sade ya”
“kok tau?”
“yaaa aku pernah kesana, yasudah aku menculikmu saja
gimana caranya”
“tiket pertunjukan di TIM”
“wah gampang, tunggu yaaaa, yasudah aku lanjut masak
dulu, nanti kupamerkan hasilnya beserta tiket penculikannya”
“baaiiik, aku pulang 3 hari lagi, jangan salah hari
ya”
“siap graak, bye tuan tiramisu”
“bye ibu martabak pandan”
Tuuuuttt…….
------------------------------------
Selama 3 hari di Lombok sangat menyenangkan, selain
pesona alamnya, pesona manusia disini juga tak kalah menarik, orang Lombok baik
hatinya, santun sikapnya, itu menjadi penepis rapat yang membosankan. Lalu apa?
Ya betul! jangan lupa mensyukuri hal baik apapun seperti yang Della sudah
ajarkan, mensyukri jauh lebih menyenangkan daripada ketika saat menjalani hal
yang disyukuri tersebut, pagi ini kami akan kembali ke Jakarta, tapi tidak
dengan Della, dia mau mampir 1 hari dulu di Bali bertemu kekasihnya, sambil
membawa kotak penuh kasih sayang yang sudah dia persiapkan saat shubuh dikantor,
Della pergi ke pintu yang bebeda dari kami, aneh saja rasanya pulang tanpa Della,mungkin
karena kami sudah biasa dimanja dan dijaga olehnya, sambil melambaika tangan
kearahnya, tangan satuku lagi berada di dalam saku, aku menggenggam dengan
keras ikat kepala yang Della, sambil berucap..
“kalau di Bali ternyata kebahagiaannya tidak ada,
bilang ya, biar kujaga dari penculik yang tidak mengkedepankan bahagia, karena
bahagia itu memang sulit, tapi tidak bagiku, jadi megadu saja kapanpun kamu
mau… hati- hati Della…”
Della pergi bersamaan dengan sebuah pesan masuk ke
Whatsapp ku.
Pesan sebuah tiket pertunjukan theatre di Taman Izmail
Marzuki.
Sadam di Taman
Izmail Marzuki
“maafkaan telaaaat pertunjukannya sudah selesai ya?
maafkan”
Zahra mengagetkanku yang memang sedang menunggunya di gerbang
TIM, aku sudah menunggunya selama 2 jam dari jam 5 sore, untungnya banyak hal
yang menarik di TIM, jadi tidak terasa saja waktu 2 jam telah berlalu.
“tidak papa, mungkin karma, aku juga sering membuat
orang menunggu”
“maaf yaaa, tadi macet sekali, aku harus mengantar
orang ke bandara”
“iya ngga papa, sudah aku bilang mungkin ini karma”
“hahha iya aku tau, kamu sering telat ketika
rapatkan?”
“tau darimana?”
“Mba Rita”
“kamu cari tau?”
“jangan geer, tiap ketemu mba rita, kalau membahas
kantormu pasti mba rita lebih berpusat mencertakan kekonyolanmu”
“benarkah? salah satunya?”
“kamu pernah sangat telat datang ke rapat, berjam –
jam kabarnya”
“lalu?”
“ya setibanya dikantor, kamu panik minta maaf karena
telat, dan langsung bicara cepat tanpa henti menyampaikan semua ide kamu, saya
punya rencana begini bla bla blaaaa, semua orang Cuma diam dan lanjut tertawa,
karena rapatnya memang belum dimulaiiii, padahal sudah diberi tau di group kalau
rapat ditunda, sepertinya ngga kamu baca, ahahahha athaaar makanya jangan telat
terus”
“kamu jugaaa, hari ini sama, pertunjukannya di tundaa,
belum dimulai, hahaha gimana rasanya? Seperti itulah yang aku rasakan ketika
itu, kita sama”
“bedaaaa tuan tiramisu, aku sudah tau pertunjukannya
ditunda, kan aku yang daftarkan tiket, jadi diberi tau oleh penyelenggara lewat
email, kalau pertunjukannya tertunda 2,5 jam, tadi aku pura – pura saja bilang
pertunjukannya sudah selesai apa belum, makanya hape jangan di tas teruss”
“aseem,!! eh sebentar tau darimana kalau hapeku sering
ditas? Kurasa itu bukan hal yang dipehatikan mba rita”
“adaaa deeh, ayoo kedalam sudah mau mulai” Zahra
langsung menggegam tanganku menarik masuk.
Hari itu pementasan theatre mempertunjukan cerita
hasil adopsi film layer lebar Petualangan Sherina, banyak artis ternama yang
main disana, seperti Happy Salma, Luqman Sardi, sekaligus Sherina Munaf
langsung yang memainkan musicnya, benar – benar pertunjukan yang luar biasa,
bayangkan film musical dibawakan secara langsung, Indonesia mendekati level
Disney!
“aku suka sadam”
“aku suka Happy Salma”
“eh bicarakan perannya, bukan pemerannya”
“hahaha kenapa suka sadam?”
“karena dia tipe yang kebingungan kalau tidak jujur”
“maksudnya?”
“iya sebenarnya dia menggumi Sherina, tapi karena tidak
mau kelietan suka, karena gengsi seorang bocah, dia berlaku aneh, gelisah dan
akhirnya dituangkan dengan sering memusuhi & menjahili sherina, lucu aja
liat dia sedang tidak jujur, bukan berarti dia bohong, Cuma kurang lihai saja
menyembunyikannya atau memastikan hatinya, karena gelisah, terus saja menjahili”
“hmmmmm..” aku terus menyimak kekaguman Zahra ke
Sadam.
“tapi orang seperti itu sekalinya jujur sangat indah
sekali ketulusannya, coba ingat bagaimana dia berusaha melindungi sherina dari
penculik, padahal dianya sendiri penakut, anak mami yang cengeng, tapi dia jaga
orang yang dia sayangi sebisamya, apalagi saat dia sudah tidak mampu lagi, dia
menyuruh sherina pergi ninggalin dia seorang diri dari penculik, diakhiri
dengan mengecup kening Sherina dengan hangat dibawah teropong bintang, aaaah di
dunia asli ada ngga ya orang seperti itu?”
“itu karakter manusia yang ciptakan, kalau manusia
saja bisa membuat karakter seperti itu, tuhan apalagi, pasti tuhan punya yang
lebih hebat, emang kamu mau ke yang seperti itu?”
“mauuuu thar, kalau yang biasa saja tidak menarik,
karena dia langsung bisa diukur kasih sayangnya diawal, jadi sudah tertebak
dari awal, tidak ada lagi yang ditunggu kedepannya, kalau yang kayak sadam,
beda, pasti akan ketemu banyak kejutan,karena orang seperti itu tidak bisa
ditebak, kita bakal banyak ketemu hal – hal ajaib diluar nalar nantinya, kita
bisa menikmati banyak proses seru yang membuat hati selalu terkejut penuh
kekaguman, menurutku tipikal orang seperti itu, kasih sayangnya tak terbatas,
dan garis hidupnya penuh kejutan juga, tak tertebak, tipikal disayang dan
diperhatikan tuhan”
“tapi sadam uda gede jelek jadi Derby Romero”
“hahaha sudah
ku bilang perannya, bukan pemerannya, Derby Cuma memerankan, tapi
seperti katamu, didunia asli pasti ada manusia seperti saddam, aku yakin tuhan
sudah menciptakan, semoga aku beruntung bisa bertemu atau dipertemukan dengan
orang ajaib seperti itu”
Kulempari Zahra dengan beberapa daun yang ada didekat
kami.
“ih apaan si Athar”
“mau jahil biar jadi sadam, mau ketemu kan kamunya?”
“tidak natural”
“hahaha iya soalnya aku tidak sedang kebingungan &
tidak jujur seperti sadam”
“hayoo kapan terakhir kali kebingugan?”
“tidak pernah”
“Yaaah”
padahal dalam hati kujawab, kemarin… di Bandara.
Malam itu aku mengantar Zahra pulang dengan Najwa, aku
senang sekali bisa dipertemukan dengan Zahra, aku jadi punya teman yang
memiliki banyak kesamaan, sama- sama suka dunia tulis menulis, sama – sama
menggemari sastra, aku juga berjanji akan mengajaknya ke kediaman pak Anwar
sebagai balas budi telah mengajaku ke TIM, dia antusias sekali. Terimakasih yaa
sudah membuat hari ini menyenangkan, jangan pernah bosan menculik lagi dengan
tiket pertunjukan, siapa tau sedang menculik sadam, terimakasih dan salam hangat.. Melody Zahra.
Minggu, 3 Februari 2019. Sekangen ini aku sama kamu.
BalasHapusSelasa, 6 Februari 2019. Hari ini aku pergi ke tempat yang sangat menenangkan. Aku senang sekali. Kapan-kapan kita ke sana, ya!
BalasHapusAda surat untuk Leo. Nanti aku bacakan langsung jika ketemu ya! Secepatnya.
BalasHapusMinggu, 2 Agustus 2020.
BalasHapusKamu masih ngga suka kismis?
Tahu ngga, ternyata kismis tuh asalnya dari buah anggur yang dikeringkan!
Wah, aku baru tahu hari ini di meja makan.
Aku pingin suka kismis.
Hari ini aku pergi ke Surga. Entah kamu masih mengingatnya atau sudah mulai lupa. Aku tidak sedang baik-baik saja. Dunia rasanya sangat riuh dan berserakan. Beban di punggunggku.. Berat sekali.
BalasHapusKangen sekali
BalasHapusKak Iman, aku pusing sekali. Sekarang au jadi pimred untuk redaksi online simulasi kampus. Di saat yang bersamaan, aku harus menyelesaikan buku bulan ini, aku juga harus mengerjakan projek lain. Belum lagi kuliah semester bawah yang tugasnya sangat banyak. Kak Iman!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Sehat terus yah!
BalasHapusHalo Iman. Hari ini aku tahu,kamu melangsungkan akad beberapa hari lalu. Bahagia selalu, yah. Terima kasih banyak sempat diizinkan mengenal. Semoga kita ngga pernah papasan lagi, di mana pun, dalam bentuk apapun. Aku doakan untuk kebahagiaan kak iman. Hari ini, aku pamit. Dadaa~
BalasHapusDah pamitan, tapi kangen lagi. Gegara ngeliat Meme peluk Mas Danang dengan sangat erat dan muka cemberut. Yaaah gitu.
BalasHapusHai, kamu apa kabar?
BalasHapusAku meminta izin, untuk menyembuhkan luka di kolom komentar. Untuk membiarkanmu membaca kerinduanku. Bacalah dengan lantang! Seperti kamu yang selalu menabuh keras ingatan di kepalaku!
Ternyata aku masih juga belum dewasa. Belum bisa tidak menangis saat tidak berhasil melupakanmu.
BalasHapusDear Kak Iman. Aku ngga tau kenapa memori tentangmu bisa melekat sedalam ini. Sekuat ini.
BalasHapusHai. Sekarang aku sedang ikut pelatihan singkat selama dua hari. Sangat membosankan. Bikin ngantuk. Di saat tidak sibuk,kenapa harus kamu sih, yang aku ingat? AssssnsbdjfjdkskdbjsjskNdbrhd.
BalasHapusAku masih tidak bisa membuka pintu. Bukannya terkunci, hanya saja semua hal tentangmu masih menghadang di belakang pintuku. Aku sulit sekali membukanya. Tak bisa kusingkirkan begitu saja. Kangen lagi, Poh.
BalasHapusKak Iman, aku kangen sekali. Aku harus bagaimana jika sudah berdoa pada Tuhan, tapi tidak meneukan jawaban?
BalasHapusSeru banget hari ini!!!! Semiga kamu juga bahagia dan seru-seruan di sana!
BalasHapusKakak, aku kangen sekali.
BalasHapusHari ini aku mimpi kamu. Bawain balon babi warna abu abu banyak sekali. Kita mau nonton konser ke Gramedia. Sehat-sehat ya! Memori tentang Kak Iman selalu membekas sisa.
BalasHapusAku sedang di Jakarta, Kak Iman. Mencoba berdamai dengan perpisahan kita.
BalasHapusKak, tenyata hidup ini berat sekali, ya. Aku hampir berada di usia Kak Iman saat dulu kakak mengenalku. Berada di usia 24, rasanya aku ngga sanggup. Hahaha.
BalasHapusSampai ketemu lagi! Selamat 2023!
BalasHapusBagaimana cara menyimpan dan pada Tuhan, Kak Iman? Bisakah aku bertahan sampai entah kapan?
BalasHapusSatu jam aku menangis. Pecah telor. Setelah ini, aku berjanji tidak akan menangis sebesar dan semenyakitkan apa pun yang aku hadapi.
BalasHapusAda beberapa hal yang ingin aku simpan sendirian. Agar menjadi rahasia antara aku dan Tuhan. Kak, senang rasanya punya banyak uang! :)
BalasHapusKak, apakah menjadi dewasa memang seberat ini?
BalasHapusKok kangennnnnnnnn huftttt
BalasHapusTernyata seknas famm bukan ruang aman
BalasHapusWkwkwkwkwkw asem kangen woi 🤣
BalasHapusAku baru sadar hari ini. Ternyata ada yang berbeda dari blogmu. Ah, berarti pesan-pesanku mungkin sudah kamu baca, ya?
BalasHapusTerima kasih banyak, ya. Aku diizinkan menyembuhkan luka di kolom komentar.
Aku senang sekali hari ini. Sehat selalu, kakak!
Halo lagi! Hari ini, sepertinya aku bahagia. 🐣
BalasHapusAku sudah tidak sanggup berlari lagi. Sepertinya aku menyerah.
BalasHapusAda tugas matkul pak heru yang susah bgt dikerjain 😭 mataku ngantuk dan capek banget, tapi bahkan setengahnya aja belum. Besok harus udah selese tauuuk! 😭 kangen dikit gpp kalik pohhhhh 🦥💨 thnk u bgt!!!!
BalasHapusHari ini hari Rabu. Aku bangun jam 07.56 karena mimpi panjang. Aku mimpi di Jakarta, dijemput Kak Azk dan temannya dari bandara. Kami naik motor bertiga, aku di belakang dan semoat terjauh karena hujan deras dan Kak Azk naik motornya ngepat-ngepot.
BalasHapusKami datang ke suatu tempat, seperti museum atau tempat makan gitu. Harga tiket masuknya 20rb. Yang bayarin teman Kak Azk. Kak Azk bilang, dia sudah merancang pertemuan untuk aku bertemu Kak Iman. Aku diam seketika karena kaget bukan main. Aku tanya, kenapa?
Kata dia, dia sedih melihatku yang masih menulis tentangmu.
“Padahal kan, aku sudah lama tidak menulis tentang dia,” kataku.
Kak Azk diam dan sedikit kebingungan.
“Hah! Jangan-jangan?” Kataku.
“Aku baca blog Kak Iman.” Kata dia.
Aku menangis sejadinya di ruang tunggu. Banyak hal riuh di kepalaku. Aku tidak menyangka dia sebaik itu dan tentu tidak menyiapkan apapun jika bertemu kamu.
Dalam mimpiku, aku pergi ke toilet untuk cuci muka. Berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Keluar dari ruang tunggu, maju sedikit dan belok kiri menuju lorong panjang dan tinggi seperti pintu-pintu bangunan Belanda.
Aku melihatmu dari jauh. Bergegas aku masuk toilet. Kamu juga masuk ke sana. Ternyata aku belum punya keberanian untuk melihatmu bersama orang lain. Aku masuk ke mushola dan sholat tanpa wudhu karena menghindari kalian. Jam di dinding menunjukkan pukul 17.30. Banyak orang di luar mengantre untuk masuk sholat agar dapat gratis buka puasa. Aku keluar melewati banyak orang. Mukena masih kupakai. Tiba-tiba aku sudah di jalan kampung depan SD. Aku menangis, kemudian terbangun.
Pagi yang seru. Setidaknya aku berterima kasih; karena mimpi itu, hari ini total tidurku lebih dari 8 jam. Nyenyak.