Jumat, 16 November 2018

Athar Wangian & Melody Zahra



Pengantar

Kemana sibulan malam ini? Sepertinya dia tak muncul, jangan –jangan dia takut hujan, padahal hujan tak membasahi bulan, terlalu jauh bagi hujan menyentuh bulan. Apa kabar dengan dandelion yang terbang hari ini  ke arah barat, ibunya baru melahirkan, tak menoleh ia kebelakang, bersama si adik dandelion pergi meninggalkan induknya, pamit dengan bahasa ibu.

Beranda lantai dua terlalu dingin bagi sebatang gitar dengan senar mahal, hasil cimplakan merek gitar terkenal di negri samurai, yang dibandrol murah di pasar yang jaraknya tak sampai 2 kilo dari beranda lantai 2.

Hanya aku dan si gitar murah yang perlahan mendingin, semut – semut musim hujan tak datang menjenguk, mungkin karena kami tak memiliki remahan makanan yang berserakan atau entah karena si semut tak tahan dingin, oh aku lupa mungkin rumahnya di bawah tanah kebanjiran akibat hujan, dan dia terpaksa mengungsi jauh seperti anak ibu dandelion, sehingga tak lagi tampak seperti bulan yang ditutupi hujan.

November selalu dikaitkan dengan hujan dan penghujung tahun,padahal dalam setaun ada 12 bulan, dimana diakhiri dengan Desember yang selalu membawa lebih banyak hujan bahkan salju di negri sana.

Kupetik lagi senar si gitar, pada yang keenam kuceritakan.
dulu aku juga memiliki teman sepertimu, yang kuberi nama Brock, Brock adalah gitar pertama ku di ibukota sana, yang pasti bukan barang hasil cimplakan pasar tradisional, dia asli dari negri penuh manga disana.

Kau tampak kebingungan, oya kau tak memiliki nama, bagaimana kalau kau kuberi nama Lion? Suka tak suka kau harus menerimanya, brock dulu juga begitu, tak terlalu jeleklah, seleraku tak seburuk itu, bayangkan saja jika kau diberi nama oleh para pemuda yang sering berkumpul di gang pertigaan sana, dengan botol beernya kau akan dimainkan kasar, kuyakin namamu akan lebih buruk dari apapun, jika diberi nama oleh orang mabuk.

Lion… maukan kau mendengar ceritaku? Sepertinya pagi masih lama, aku tau kau mengangguk jika nada di senar 5 akan merdu jika kupetik di nada mayor, tp terkadang aku juga suka minor, nada seperti itu cocok untuk melukis suasana hatiku sekarang, hey! Tampaknya ibu dandelion juga ingin bergabung dengan kita, lion dia teratrik dengan cerita masa laluku! Kau juga bisa menciumnya kan? Kau bisa menciumnya! Wangi tanah ketika dibasuh hujan, rumah – rumah semut yang telah terendam juga ingin berbagung, walaupun tak tampak aku rasa bulan masih ada, terbukti dengan aku masih bisa melihatmu lion, itu berkat sinarnya yang menyebar dari celah celah hujan.
Lion, ibu dandelion, rumah semut yang terendam, bulan yang tertutup hujan dengarlah dongeng nyata dari sejarah hidup, kurasa semesta juga akan mendengar.. tenang kalian tidak akan tertinggal, sebab ceritaku tak terlalu jauh dari halaman satu…












MELODY ZAHRA DAN ATHAR WANGIAN
Untuk hati Yang Tidak pernah tua...
Jakarta 2016.



















“Aku bisu karena aku tidak diajak berbicara”
“Ooh begitu? Dan kau tau? aku tuli karena tidak diajak untuk mendengar”
….. ..”
“Ini topi rajutmu, itu pemberian pertamaku hasil menjual buah segar dipasar bukan? Semoga kau masih ingat, sekarang letakan tangannmu di dadaku dan bicaralah dalam hati, mungkin ini bisa meredakan marahmu, ya marahku juga, sehingga tak ada lagi perdebatan antara si bisu dan si tuli, kali ini hati yang akan menang… aku bertaruh.

Kira – kira begitulah beberapa penggalan dialog pementasan theater pekan ini, ya diakhir pekan aku memang rajin mendatangi pementasan seni, tubuh yang meminta untuk diajak kesana, karena tiap kali kesana, penglihatan dan pendengaran seperti dimanja – manja, susahnya, itu berakibat candu!.

Oya bagaimana kalau kita berkenalan dulu, nama lengkapku adalah Athar Wangian, kalian bisa memanggilku dinama depan, ya “Athar”!. Athar adalah nama pertama kali yang dikenakan untuk Bung Hatta yang mempunyai arti wangi, akan tetapi karena waktu itu banyak keluarga Bung Hatta yang sulit mengejanya, nama Athar diganti menjadi Hatta. Tentunya orangtuaku memberi nama itu agar ingin aku tumbuh seperti Wakil Presiden pertama di Negara ini, selain karena kedua orang tuaku berdarah minang yang sama dengan Bung Hatta, beliau juga adalah sosok yang patut dicontoh, terutama untuk pendidikan anak-anak dan pemuda di negri ini.

Aku lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan mengambil jurusan Sosiologi di kampus negri ternama di Sumatera Barat, semasa kuliah aku aktif berorganisasi, emmm.. mungkin lebih tepat melabelinya sebagai mahasiswa yang gemar berkegiatan. Aktif di himpunan dan  juga mempunyai sekelompok teman diskusi untuk membahas apa saja, seperti membahas perang, mempertanyakan tuhan, memperdebatkan marxis, serta mengisahkan dongeng kuno dari negri – negri di dunia, apapun itu, ketika otak sudah gelisah untuk melempar tanya, pasti akan menjadi santapan kami ketika berkumpul,  aku juga mempunyai Event Organizer, karena aku menyenangi acara-acara yang berbau music dan entertain, lalu aku juga mendirikan sebuah media cetak dikampus, ini untuk melampiaskan cintaku pada dunia sastra dan jurnalistik.

“berapa pak?”
“27 ribu”
“sudah pas?”
“sama ku yang sudah tua ini masi sempat kau menawar? Tega kali kau thar”
“denganku yang masi muda dan lapar pengetahuan masi juga kau menaruh harga tinggi pak”?
“tak ada yang mahal untuk sebuah ilmu pengetahuan”
“tak ada tawar menawar bukan proses jual beli di toko loak pak, taruhla label harga seperti di toko-toko buku besar agar aku tak bertanya lagi, saya cuma menikmati sensasi belanja disini, salah satunya tentang bernegosiasi soal harga”
“bagaiman pementasan kali ini?”
“ya lagi-lagi roman cinta yang berujung bahagia”
“kau menginginkan berujung sengsara?”
“aku cuma ingin sekali-kali menonton yang berbeda, tp ya alurnya selalu begitu”
“namun kau tetap disitu”
“buktiku mencintai sastra”
“cintailah wanita”
“aku sudah mencintai ibuku”
“cintailah calon ibu anakmu”
“saya selalu mencintai keindahan, ambil saja kembaliannya pak Anwar” sembari aku memberi uang pas 47 ribu lalu berlalu pulang menuju Tamara.

Pak Anwar adalah pemilik toko buku kecil disekitar Jakarta Selatan, tidak jauh dari gedung tempat pementasan acara seni yang sering aku datangi, ketika sudah menonton pementasan theater atau acara seni lainnya, aku selalu sempatkan diri mampir ke toko pak anwar, bisa jadi untuk membeli buku, atau sekedar singgah untuk berbincang hangat dengan beliau.

Pak Anwar memilik dua orang putri, yang pertama umurnya kurang lebih sama denganku, sekitar 22-25 tahun, saat ini bergabung menjadi anggota kepolisian di Jakarta, polwan ini juga memiliki satu adik perempuan yang sekarang sedang kuliah disalah satu perguruan tinggi negri di kota ini dengan mengambil jurusan fisika, Sekar Karunia Anwar (Sekar) untuk si kakak dan Hanum Adeyana Anwar (Anum) untuk si adik, tentunya kedua nama itu lahir dari pemikiran dan hati ayah mereka. Sesampainya di Tamara, ketika sedang focus memasukan anak kunci ke pintuku, aku disapa elok oleh pemiliknya.

 “Pulang kerja?”
“oh ibu, tidak bu, abis keluar sebentar”
“tadi temanmu yang kos di pertigaan depan mampir kesini.. aduhh, siapa namanya? Ibu lupa, maklum sudah tua”
“Sakti maksud ibu?”
“iyaaa Sakti, sampaikan ke Athar kalau besok siang wajib kekantor, dari tadi dihubungi kamu susah katanya”
“ohh iyaa, hp ku didalam tas bu, kebiasaan bu, kalau sedang diperjalanan jarang saya keluarkan, terimakasih bu sudah menyampaikan dan juga ingat  pesan yang ingin disampaikan Sakti, walaupun sudah tak lagi muda, hahaha jangan marah, saya tidak bilang tua
“kalau untuk amanah insya allah ibu tak pernah lupa, tp bukannya besok itu minggu? Sebenarnya pekerjaanmu itu apa sih? Jam dan hari kerjanya tidak jelas”
“di bumi ini ada sekitar 7 Milyar lebih manusia, pekerjaanku memikirkan itu bu”
“penjelasanmu selalu tidak bisa ibu mengerti, sudah istirahat sana”
“oiya terimakasih bu, saya kekamar dulu”

Yang tadi itu adalah ibu Tamara, ibu tempat aku menyewa kamar di ibukota, orangnya baik, ramah, dermawan dan cantik, walaupun sudah hidup bersama bumi kurang lebih 60-70 tahun. sebenarnya aku tak tau nama asli beliau, tapi karena beliau cantik walaupun sudah memasuki usia senja, aku yakin waktu di usia muda beliau jauh lebih cantik, secantik Tamara Blyzenski, makanya aku menamainya dengan Tamara, teman-teman baikku dilingkungan kerja ataupun teman lainya menyebut kosku dengan sebutan Tamara, “gue ke tamara ya thar” atau “thar lu ditamara ngga?” begitulah gambaran cara mereka menyebutnya, yang intinya Tamara berhasil aku populerkan.

Hempasan pertama tubuhku dikasur langsung bersamaan dengan membuka telfon genggam miliku, banyak sekali email yang masuk, pesan pribadi dan obrolan grup Whatsapp yang chatnya sudah mencapai angka ratusan, entah apa yang mereka lagukan, aku hanya fokus kepada pesan milik Sakti, pantas Sakti sampai menyusul ke Tamara untuk memastikan agar aku besok datang ke kantor, rupanya bu Mala pemimpin ditempatku bekerja, mengabari besok kantor kami akan didatangi oleh Mba Rita Swardi, mba Rita adalah seorang konsultan media di salah satu organisasi sosial di Amerika, dulu dia bekerja dan berkegiatan ditempatku bekerja sekarang, tapi karena kepandaianya yang diatas rata-rata, dunia Internasional menjadi membutuhkannya. Oya aku lupa belum menceritakan dunia kerjaku, kalau aku memberikan penjelasan seperti penjelasan kepada bu Tamara tentunya kalian akan mengeluh kebingungan karena tidak puas, tapi malam ini aku sudah letih, lampu lorong rumah ini juga sudah padam, biasanya cahayanya  menembaki kain penutup jendelaku, yang membuat wana putihnya berubah megah menjadi emas terang, ya itu tandanya kota ini sudah lelah, besok aku berjanji akan menceritakannya, sekaligus mengenalkan orang-orang yang ada di dalamnya, serta bagaimana serunya memperoleh kebahagian di J.19/ZA. Sudah ya aku mau bertemu nyenyak dulu, karna itu sudah menjadi hak tubuhku.

J.19/ZA
Kantorku berada di daerah Jakarta Selatan, kami menyewa sebuah apartemen sederhana untuk menuntaskan pekerjaan kami, silahkan kunjungi tower Jasmine, nama tower yang paling aku suka di apartement ini, namanya sama persis seperti nama putri dongeng di negri disney, yang mana cintanya difasilitasi oleh sebuah sihir dari lampu klasik ajaib, sebuah kisah fantasi roman cinta dengan baluran musikalitas yang berkualitas, ya tentunya dapat disimpulkan aku penggemar berat film-film disney. Walau tak memiliki karpet terbang, aku memiliki accses card untuk dapat masuk ke pintu lift yang akan mengantarkanmu  terbang langsung ke lantai 19, disaat liftmu terbuka di lantai 19, kau akan berhadapan langsung dengan pintu putih tebal yang ditengah pintu bertuliskan label “J.19/ZA” yaa kita sudah sampai !!, kita sudah sampai disebuah cerita yang tak kalah dari cerita disney. Kalian mau kuajak berpetualang bersama? Bukalah pintunya, dan lihat keajaiban apa yang akan kita saksikan.

I.                    Pementasan Konser Musik
“hay handsome kali ini kamu tidak telat, apakah perdebatan reshuffle cabinet membuat tidurmu lebih cepat? Menurutmu mentri favoritemu itu diganti tidak?”

Belum sempat aku menjawab pertanyaan mba Rita aku dikagetkan dengan pintu masuk yang kembali terbuka, ternyata Bu Mala, Sakti dan Della datang dengan membawa beberapa bungkusan, dari aromanya sepertinya itu makanan.

“janjian bertemunya saja siang begini, kalau sampai dia telat gue jitak alis tebalnya mba”
“aku bertaruh dua batang coklat kalau bu Mala tidak akan melakukan itu” sahutku
“oke suatu saat akan ada masanya saya dapat 2 coklat gratis darimu thar” dengan hanya melemparkan hormat ke Bu Mala langsung kuhampiri Sakti dan mengambil bungkusan yang digenggamnya.
“ikan bakar gue ada kan?”
“kalo ada sayang kali gue ama lu thar, mesen aja engga”
“adaaa kooook” Della mengarahkan bungkusan makanannya tepat ke mukaku, tetapi pandangannya sibuk ke meja mencari tempat kosong untuk menaruh bebrapa makanan ditangan yang satunya lagi.
“kamu mesan makanan ke Della thar?”
“tidak mba Rita”
“berarti yang sayang sama kamu itu Della” mba Rita tersenyum menggoda.
“yang sayang sama saya itu pak Agus mba, yang punya pondok ikan bakar ini, tanpa saya pesan pun setiap hari dia masak ikan bakar yang banyak, bahkan dihari libur, tulus sekali ya?”
“yeee itu memang dia jualan kali”
Sambil membuka makanan yang siap disantap, mba Rita kembali membuka obrolan.
“Pasukanmu di 17 kota apa kabar Thar?”

Yang dimaksud mba Rita adalah Pembaharu Muda, Pembaharu Muda adalah sekolompok anak muda yang terdiri dari 20 orang terpilih di 17 kota yang mendukung pemerintahan Indoensia aksesi FCTC. Iyaa aku tau beberpa dari kalian akan bingung, apa itu FCTC, baiklah kucoba menjelaskan sedikit FCTC (Framework Convention on Tobbaco Control) adalah kerangka kerja yang digagas oleh WHO (World Health Organitation) untuk pengendalian tembakau. Sejauh ini sudah hampir semua Negara yang sudah aksesi dan tahukah kalian? Indonesia satu – satunya Negara di Asia yang belum meratifikasi dan sampai saat ini dunia hanya menyisakan 7 negara yang menolak/belum mau meratifikasi, salah satunya ibu pertiwi.

Yaaa tentu, akan timbul perdebatan disini, Lion dan kawan – kawan atau kalian yang membaca sambil rebahan atau duduk sembari menikmati coklat dan minuman dingin akan bertanya, untuk apa meratifikasi FCTC? Lapangan pekerjaan kan banyak dari industry rokok? Petani tembakau mau dikemanakan?   Mereka selalu memberikan support seperti beasiswa dan pertunjukan kesenian apalagi di musik. Hey, hey.. Athar Wangian tidak akan sepicik itu. Aku juga mengakui banyak yang hidup dari industry ini, pegawainya, petani, buruh pabrik, team kreatif, satpam gedung mereka dan bahkan pedagang rokok asongan dilampu merah. Begini, FCTC tidak bertujuan untuk menutup industry rokok, dalam FCTC yang dituntut adalah pengendalian, seperti iklan, promosi, bahkan CSR yang menargetkan anak – anak sebagai pasar industry mereka, disinilah batinku menolak, apalagi aku salah satu korban, ya aku mantan perokok, walaupun sampai sekarang aku bingung dari mana rasa nikmatnya,, mungkin karena cap keren lelaki perokok yang berhasil dibangun oleh industry menjadikan aku korban pencitraan, belum lagi nasib petani tembakau yang hasil panennya selalu diharagi murah oleh para tengkulak, itu karena regulasi lemah yang tak berpihak. Baru – baru ini aku diberi keponakan pertama oleh tuhanku, sangat lucu umurnya baru 40 hari ketika aku menulis buku ini, dengarlah Narayana Anindiya Shanum. Tenang nak kelak pak tuo tidak akan membiarkanmu menjadi ladang ekonomi industry yang menjadikan pemiliknya orang terkaya di negri ini.
“ oh mereka, makin seru saja mba, di Padang mereka berhasil berdialog dengan Walikota, Bali dan Lombok tak henti – henti mengoceh di radio dan televisi lokal, Pandeglang mewujudkan rumah kawasan tanpa rokok di beberapa RT, kelompok Jakarta mendatangi taman – taman anak yang akan dibangun pemerintah ibukota dan di Klaten mereka mengkampanyekan melalui Festival layang – layang, langit Klaten penuh dengan layangan, saya menyaksikan langsung, indah sekali.”

“ wah serunya, tak heran sih, coordinator pusatnya keren begini”
“mereka yang keren mba”
“tak baik selalu merendah thar”
“mereka yang tinggi mba”
“baiklah kita yang keren kalau begitu”
“kalau begitu saya sepakat”

Lalu dimulailah pertemuan siang itu ditemani ikan bakar pak Agus, Nasi Padang, Bubur Manado, Makanan Jepangnya Della dan pisang coklat dekat stasiun favorite kantor. Mba Rita datang untuk memberikan gambaran kondisi regulasi hak – hak anak di beberapa Negara bagian Amerika, sejauh ini sangat berjalan bagus apalagi jika kalian membandingkan dengan Indonesia, baik dari segi pendidikan, hak hidup yang layak, kesepakatan umur anak yang tidak varian seperti lagi – lagi di Indonesia, aduh Indonesia lagi – lagi aku mengeluh tentangmu.

“kamu minat ke Cape Town thar?”
“Cape Town, Afrika? dalam rangka apa mba?”
“saya ingin mengenalkanmu dengan anak – anak muda hebat disana”
“aku sudah tidak muda mba, usia anak Cuma sampai 18 tahun, tapi kalau kata mentri yang satunya lagi dengan nama pemuda bisa sampai 30 tahun, daripada bingung karena aku sudah punya keponakan, sebut saja aku om – om muda”
“pergi aja thar, daripada nonton theater terus” Sakti ikut menyela
“disana juga ada pertunjukan theatre kok” terang Mba Rita sambil mengedipkan mata
“kalau dalam waktu dekat ini sepertinya tidak mba, masih banyak kerjaan di Indonesia, nanti kalau jadwal ku sudah agak senggang, mungkin aku yang meminta, siapa yang tidak ingin kesana”
“disatu sisi saya mengizinkan thar, tapi mba, dengan menumpuknya agenda kantor, persiapan, pertemuan, saya rasa Athar masih harus di Indonesia, maaf ya mba”
“hahaha baik bu Mala” tawanya mengalah
“kalau gitu saya saja yang menggantikan Athar mba” sakti dengan senyum pasta gigi menawarkan diri dengan pasti.
“hmmm.. kamu sepertinya harus support Athar di Indonesia juga kan?”
“lagian kerjaan lu numpuk ti” bu Mala memasang wajah tanda seru ke arah Sakti”.
“hahahah kantor ini walaupun tidak sedang full team tetap tidak pernah sepi seperti biasanya ya, ini juga salah satu yang membuat saya berat meninggalkan Indonesia” semua orang hanya menatap mba Rita dengan senyum, begitupun beliau.

“oya kemaren dalam rapat jaringan ada seorang wartawan majalah luar negri ingin mewawancarai salah satu dari kalian, terbitan bulan depan rencananya media ini ingin mengangkat tentang konser music mahasiswa di Kota Padang yang tidak disponsori rokok itulo, kalian juga yang support kan? Wah kalian memang tidak henti - hentinya membuat kejutan, jika bisa, senin besok saya buatkan janji dengannya untuk datang kesini, ingat lo dia wartawan favourite saya” mba Rita kembali mengedipkan mata, kali ini dengan mata kiri.

Begitulah sedikit banyaknya gambaran dunia kerjaku, aku bekerja disebuah Yayasan yang bergerak untuk pemenuhan hak anak di Indonesia, selain itu aku juga turut membentuk gerakan anak muda yang saat ini sudah meluas di 25 kota, itu semua untuk menjawab tanya, dari ketimpangan isu social dan politik yang ada di negri ini, baik bekerjsama dengan pemerintah atau memberikan masukan yang tiada henti kepada penguasa negri. bekerja di dunia Non Government Organitation membuka matamu lebih lebar untuk melihat dunia, karena kau bekerja untuk kemenusiaan, mulia bukan? Hahaha tidak, ini tidak semulia itu, tapi kujamin, tak ada yang lebih menyenangkan dan menyedihkan saat kau terjun kedalamnya, kujamin!.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
IKAN BAKAR PAK AGUS & VERONA
Keesokannya seperti biasa, dibagian depan salah satu pegawai pak Agus selalu membolak balikan - ikan diatas tempat pembakaran, disana banyak arang memerah siap melambung-hanguskan si ikan.

“jangan kehangusan mas” sapaku, kusebut saja mas, karena aku sampai sekarang tidak tahu nama orang yang memasakan makanan sehari – hari ku.
“eh selamat pagi mas athar” sahutnya membalas sambil tangannya sibuk membolak - balikan ikan.
“ini udah siang mas”
“kan mas Athar yang ajarin, biar semangatnya pagi terus”
“oh iya yaa, tapi jangan panggil mas dong, saya bukan orang Jawa”
“saya juga bukan orang Jawa” sembari tersenyum dan meletakan ikan yang selesai di panggang, takaran pangganganya pas!

Ada yang tak kusuka dari ikan bakar Pak Agus, ini bukan persoalan kualitas rasa, tetapi lebih kuantitas yang tidak jelas, jika memesan 1 porsi saja tidak memuaskan lambungku, tetapi jika memesan tambahannya akan membuatnya sempit berebut masuk di lambung, jadi agar takarannya pas, setelah melahap ikan bakar Pak Agus, kulanjutkan pergi ke Verona, iya Verona adalah nama sebuah kota di Italy, tenang, tidak mungkin aku seenaknya bisa terbang dari tempat Pak Agus ke Verona, Verona adalah nama sebuah Café di Jakarta Selatan, bagiku tempat ini sudah seperti kantor ke 2, café dengan gaya khas Italy, ruangannya megah tapi tak mewah, warna catnya seperti pinggiran roti Pizza dengan hiasan garis –garis hitam wine tua, udaranya bercampur berbagai macam aroma makanan dan minuman, seperti menicium adonan roti yang ditemani coffee dan ada varian aroma lainnya yang aku sendiri tak tau itu apa, tapi aku suka, ayo kita kesana, tak harus menyumbang banyak keringat kesana, karena hanya beberapa meter dari tempatku sekarang.

------------- 

“Ciao Athar, benvenuti e benarrivati in Verona”
Ciao Bi Ratna, bahasa Italy ku tak kunjung membaik, masih adakah Panna Cotta yang manis untuku?”
“selalu ada yang manis untuk yang manis” tutur senyumnya yang tak kalah manis.

Bi Ratna adalah peracik aneka masakan dan minuman di Verona, sudah berapa lidah yang merasakan kenikmatan sihir seorang Bi Ratna dalam mengolah masakan, khususnya olahan makanan Eropa, kemahirannya juga memberikan candu, aku salah satu korban bakat memasaknya yang artinya aku tidak akan bosan datang kesini. Panna Cotta yang kupesan datang, lihatlah Lion, lihat disaat Bi Ratna perlahan meletakannya di atas mejaku, Panna Cotta miliku bergetar lembut akibat gerakan tangan bi Ratna, getarannya tak membuat ceri merah di atasnya berpindah.

Akhir – akhir ini ada yang menjadi pertanyaan dalam diriku, bimbang berjalan keselaput otak yang menghasilkan tanya dan tanggung jawab menemukan jawab seorang diri. Ini tentang pertemuan audiensi ku baru – baru ini dengan salah satu kementrian terkait pengendalian tembakau untuk mencegah anak – anak menjadi perokok pengganti. Mentri tersebut mengeluh tentang aksesi FCTC yang tak mendapat dukungan dari mentri – mentri lainnya, di ruangannya yang sangat elit bagiku, mentri tersebut bercerita, pada saat RATAS (rapat terbatas) antara Presiden dan beberapa kabinet semua menolak mertifikai FCTC dengan alasan mainstream, yaitu petani dan buruh mau di bawa kemana. Apesnya mentri yang sedang bercerita ini tak berdaya,  padahal sudah dibekali data dari hampir seluruh Negara yang aksesi FCTC, dimana petani serta buruh mereka di 182 Negara  tak mati karena FCTC, tak ada satupun pasal FCTC yang menyatakan akan menghapus pertanian dan memecat si buruh, yang ditegaskan dalam pasal hanya pentingnya pengendalian agar tak bablas pada kematian bagi si perokok. Kepentingan anak dan industry kok masih diperdebatkan, oya mungkin industry juga akan mempertebal saku si pengambil kebijakan, bukan saku si petani yang sudah habis di palak sang tengkulak, tenang lion ini hanya asumsi ku, takut bukuku di cekal.

Semakin bimbanglah otaku ketika membaca berita dari sebatang telfon genggam yang kumiliki, media seperti lomba debat, tergantung memihak kemana, jika si pemilik media adalah dari golongan partai oposisi, habislah pemerintahan di maki –maki dengan sangat tidak intelektual, atau sebaliknya jika berasal dari koalisi partai pemenang, sanjungan tiada henti mengalir tanpa bukti. Penistaan agama, korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, public figure dilibatkan untuk menarik lebih banyak mata, katanya sebagai alternative pengalihan isu, tak ada penyelesaian kasus, semua hanya dijadikan keseruan mereka untuk memenangkan isu, bukan antara benar atau salah, tapi siapa yang menang atau kalah.

Aku jadi gamang lion, berhakah kita mempertanyakan masa depan? Sementara masa sekarang tak terselesaikan?
Pantaskah membicarakan nanti, sementara kini tak kita selesai?
Gadis – gadis kecil diperkosa dan mereka lari mencari kuasa.
Penguasa dibebani tanya, tak dapat lagi dia membedakan hak dan wajibnya.
Ada kalanya kalian menyalahkan raja, disaat bangsa sedang putus asa.
Ada kalanya raja memilih tidur, karena dia juga perlu tidur.
Kawanan elit berebut pasar, pasar bukan lagi proses jual beli, melainkan sudah perdagangan transaksi.
Lucunya negri awak lion, karena bandit sudah menjadi pelawak
Lucunya negri awak lion, karena pelawak sudah pandai memalak
Anak disuruh sekolah, agar kelak kakinya kuat berdiri mengantri kerja di pinggiran kota.
Lagu oemar bakri menjadi senjata guru, karena ilmu kalah penting dari mobil baru.
Sedapnya negri awak lion.
Tak lagi manusia takut hukum, karena jeruji besi lebih baik dari kamar tidur.
Pantas raja memilih tidur.
Sudahlahlah lion, kalian jadi ikut bimbang bukan? Suapan Panna Cotta terakhirku seperti kehilangan gula…


“MAANNNIIISSS SEKALIIIII!!!!!!!!! makanan Italy selalu memberikan manis disetiap gigitnya” teriak kejut seorang gadis berambut panjang, dia duduk dibelakangku, kami saling membelakangi.
Panna Cotta bisa menjadi favourite saya sepertinya bi Ratna” bi Ratna hanya tersenyum dengan kedua bahunya naik di meja kasir.
“kalau yang ini namanya apa tadi?” sambil dia mengangkat piring kecilnya kearah bi Ratna, aku dapat melihatnya dari dinding kaca didepanku.
tiramisu” sambungku sopan.“kebanyakan orang menggap tiramisu adalah masakan jepang, mungkin dari namanya yang mengarah ke negri sana, kampung tiramisu italy juga, tak semanis Panna Cotta tetapi dia juga punya cara memanjakan tuannya”
“oh pantas sepertinya tak terlalu asing, terimakasih informasinya tuan…tuan tiramisu” ujarnya sambal menoleh manis kearahku yang mengalahkan manisnya Panna Cotta, kubalas lagi hanya dengan senyum, tentunya masih kalah jauh bahkan dari manisnya tiramisu.
 Kuberanjak pergi ke meja bi Ratna untuk menuntaskan transkasi Panna Cotta miliku,
Panna Cotta hari ini benar – benar manis Thar, padahal takaran gulanya pas”
“tidak bi Ratna, tetap seperti biasanya kok, tidak ada kesalahan dalam rasa”
“tidak. Bagiku Panna Cotta kali ini benar – benar manis, apalgi pesanan dua terakhir”
“huwalaah, terimakasih ya bi Ratna, saya permisi dulu”

Aku pergi ke pintu keluar yang bilamana pintu terbuka atau tertutup akan mengeluarkan bunyi lonceng yang nadanya tak akan pernah terlupa, tentunya tanpa menoleh ke gadis yang memanggilku Tuan Tiramisu.


Hari ini aku tidak harus terlalu terburu – buru ke kantor, karena janji bertemu dengan penulis majalah luar yang akan mewawancaraiku, disepakati nanti malam sekitaran jam 07:00 PM WIB. Sebenarnya hampir setiap hari begitu, hal ini yang sering membuat beberapa orang sekitarku menaruh iri, jam kerja bisa aku atur sesukaku, program – programku bisa aku kerjakan di Tamara, Verona atau terserah padaku asal pelaksanaanya sesuai dengan tenggat waktu yang disepakati, permasalahan  tenggat waktu juga aku yang menentukan, proses persiapanpun aku yang menjadwalkan kapan dan dimananya berokoordinasi dengan team media ku, team desain ku, team digital campaign ku dan team action ku. Aku benar – benar merajai waktu, bukan di bunuh waktu, disinilah puncak rasa syukurku, karena ibukota Jakarta biasanya tak memihak di waktu.

Kediaman Pak Anwar
“hay Anum apa kabar? Ayah ada?”
“sedang keluar kak Athar, ada yang akan dibantu?
“ada dong”
“apah?”
“ngobrol hahaha”
“hahaha ayo, aku juga dari tadi sendirian nungguin toko, mana pembeli sepi, sini tumblermu ku isi, tapi air putih doang ya kak”

Kata yang tepat menggambarkan Anum adalah semangat, dia selalu semangat dimataku walau sering kali mengumbar keluh, dia berbicara tak pernah berbeli –belit seperti lidah politik, kata – katanya tak bersayap juga, namun dapat terbang sesuai keinginannya diwaktu kelak.

Buku - buku lama berbaris rapi seperti tegarnya barisan tentara perang, banyak buku yang uzur dengan warna kertas didalamnya sudah seperti kacang, ataupun buku baru yang masih segar dengan bungkusan plastic ketat. Pak Anwar dan keluarga tau baik cara merawat buku, pantas tokonya tak mati oleh waktu walau kadang tak laku, tempat ini tak kumuh, rapi sekali, ukurannnya juga tak terlalu kecil untuk sebuah usaha buku rumahan, wangi kertas buku memenuhi ruangan yang penuh cinta dan kasih sayang keluarga, bagiku ini adalah rumah lahan sastra.

“kak Athar tidak kerja?” sambil memangku tumblerku yang terisi penuh
“ini sedang kerja”
“ngobrol denganku tugas dari kantorkah?”
“kewajibanku memenuhi permintaan diri, bagaimana kuliahmu num?”
“seruuu kak, banyak teman yang mengeluh banyaknya tugas  perkuliahan, padahal itu bagiku untuk mengkarabkan terus kita dengan Fisika walau sedang di rumah”
“sudah lama aku tak melihatmu marah pada perlakuan para fisikawan terdahulu terhadap Tasla”
“mau menuntutpun itu sudah terjadi dan berlalu kak, Tasla sudah tenang disana dan mungkin sudah mempunyai banyak teori baru di surga, ya itu kalau dia masuk surga hehe, sekarang aku sedang tertarik terhadap teori terbentuknya bulan, jauuuh sekali sebenarnya dari materi tugas kuliah yang diberikan”

“hidupmu tak semata – mata untuk tugaskan?, lalu bagaimana bulan terbentuk, ceritakan doong” kubertanya saja, karena sepertinya dia tertarik sekali menceritakan sebutir bulan.

“baiklah begini, dari berbagai buku yang kubaca, teori Giant Impact yang menyatakan bulan terbentuk dari puing – puning hasil benturan bumi dan planet sekitanya menjadi yang terkuat dan diakui oleh banyak ahli, dikarenakan berbagai macam batuan dan aneka isi bumi, sama persis seperti yang dimiliki bulan, aku cuma berfikir, dari mana dasar mereka mengungkapkan hal tersebut, aku merasa itu semua bersifat asumtif, karena memang tak ada saksi hidup ketika bulan terlahir jutaaaaaaaaaan tahun yang lalu, bisa saja kan bulan tercipta hanya ketika tuhan mematikan jarinya, tanpa perlu tubrukan yang merepotkan, atau tubrukan dari mana? Bisa saja semua planet diciptakan diwaktu yang sama, ketika tuhan sedang melukis semesta dengan kuasanya”

“waah, tapi km juga asumtif num, berarti jika menerka –nerka masa lalu kemungkinan salah dan benarnya lima puluh berbanding lima puluh, yang aku tau jadi bulan itu enak, dia disayang karena banyak yang sayang”

Hanum mengangkat alis dan tersenyum heran secara serentak.

“yaa, lihat saja, para penyair sering menyelipkan bulan disetiap diksinya, nelayan terkadang merindukan bulan agar ikan pancingan berdatangan, padahal mereka tak pernah bertemu, para binatang – binatang liar juga membutuhkan bulan sebagai penerang mereka di hutan dan yang paling menyedihkan, hampir semua manusia mengatakan cahaya bulan itu indah sekali, padahal bulan tak bercahaya, matahari yang mengirim ke bulan agar bulan kebanjiran pujian untuk keindahan rupanya”

“hahaha kak Athar cara pandang mu selalu berbenda”

“untuk itulah kita saling berbicara”

Hari itu dipertengahan sore banyak sekali perbincangan ku dengan Anum, dia kembali melanjutkan perseteruan ahli – ahli lain terhadap lahirnya bulan, kami juga mendiskusikan beberapa novel terbaru dari penulis – penulis lama, selera Anum dalam tulis menulis bagus! lalu kami juga membahas pak Anwar, dimana Anum justru sangat antusias menceritakan ayahnya yang tak berkutik ketika mereka sekeluarga, Ibu Ranti istri setia dari pak Anwar serta Anum dan Sekar, mengadakan lomba baca puisi bahasa inggris dirumah kecil mereka, yang pasti bahasa inggris pak Anwarlah menjadi menu utama terlahirnya tawa, cerita ini sudah berkali –kali aku dengar, namun tak pernah bosan, mungkin energy postif dari yang bercerita dan yang diceritakan, membuat cerita masa kecilnya  selalu terdengar menarik. Terimakasih Anum senjaku hari ini manis sekali.
--------------------------------
Kantorku sepi sekali, aku menjadi orang pertama yang datang, eh sepertinya tidak mungkin,rekor datang belakanganku belum ada yang sanggup mematahkan, lagian jam tanganku dari negri Swiss sana sudah menegaskan aku telat 20 menit, jam ini tak mungkin salah, karena waktunya sudah kusamakan dengan jam Gadang di Bukittingi. Tak ada kabar ditelfon genggam tentang pergantian waktu dan tempat sehingga mantap aku memilh menghubungi Sakti.

“ hallo iya thar, kita di Mall bawah, tadi kakaknya belom makan, yasudah kita ajak makan malam dulu, sini thar, lu pasti takjub, cantiik..” padahal tak satupun kalimat tanyaku arahkan, Sakti sudah mejelaskan keberadaan mereka dan kata cantik terdengar seperti rombongan tanda seru.
Aku tak marah kepada Sakti ataupun yang lainnnya karena tak mengabari, aku satu fikiran dengan mereka yang mengira aku akan telat lagi datang. Setelah keluar Jasmine untuk menuju Mall aku lebih memilih fasilitas ekskalatior ketimbang lift, karena yaa suka saja, mungkin bosan menunggu lift menghampiri.  Mall disini tak pernah sepi, para penghuni apartement selalu rajin memenuhi, aneka makanan begitu banyak, tempat berolahraga, jasa pijat, tempat bermain dan penitapan anak, serta yang pasti aneka perbelanjaan lengkap untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder, mall sudah jadi pasar langganan mereka.

Karena tau yang lainnya sedang makan malam, kuputuskan untuk mampir sebentar ke salah satu book store, pada bagian depan sudah disediakan beberapa computer yang menyediakan aplikasi katalog untuk mempermudah mencari buku yang diidamkan tanpa perlu bertanya kepada pegawai toko. Hanya gambar garis datar yang muncul ketika kutuliskan “intelegensi embun pagi” karya Dee, novelis sekaligus guruku, tak ada yang cacat dari setiap diksinya, tanpa pernah mengajariku menulis, aku bisa belajar banyak dari beliau, sehingga jangan salahkan kalau aku mematenkan seenaknya bahwa Dewi Lestari adalah guruku dalam dunia tulis menulis.

Dari informasi yang kudapat dari sakti melalui pesan pribadi, sepertinya mereka memilih aneka makannan laut untuk memanjakan lidah penulis majalah luar itu, aku tak tau apakah lidah orang luar Indonesia akan cocok dengan masakan disana, yang bagiku lahir di Padang saja terasa pedas. Ah bukan itu persoalannya, intinya aku kesana saja, dari pada cap telatku semakin tak tergantikan.
“euy thar, sinii, siniii” tangan sakti melambai – lambai dari kejauhan pintu masuk tempat makan.
“kenalin thar ini Zahra yang dibicarakan Mba Rita” berhenti memainkan telfon genggamnya, perempuan tersebut menoleh kepadaku.
Sesaat seperti jarum jam seluruh Jakarta berhenti membeku.
Samaa… senyum yang sama dengan yang ku temui di Verona!

Melody Zahra
“hay” sapaku ringkas
“selain masakan Italy kamu juga penggemar sea food kah?”

Sepertinya semua orang terkejut, karena kami terlihat sudah saling kenal dan akrab sebelumnya, padahal keduanya tidak, kami hanya pernah bertemu beberapa jam yang lalu, dalam kurun waktu yang hanya beberapa menit.

“yang menurutku enak, pasti kumakan, tidak ada pilihan khusus” sahutku

“wah jangankan sea food, dia satu – satunya orang Padang yang menjadikan nasi padang sabagai makanan pokok, ngga bosan lu thar?, eh.. tunggu, tunggu, bukan itu masalahnya, kalian sudah saling kenal sebelumnya? Ah gw ngga dianggep temen nih, punya temen secantik ini tidak dikenal – kenalkan” yaa Sakti selalu bicara bergerutu tanpa jeda seperti biasanya.

“ngga ti, tadi kita sempat ketemu di rumah makan Italy, bahkan kita belum sempat kenalan, dan tadi saya sudah seenaknya memanggil dengan sebutan, tuan tiramisu, maaf yaa, kenalkan, saya melody Zahra, cukup Zahra saja, penulis dari Bloomberg Institute”

“Athar Wangian, di Athar saja, Lentra Anak Indonesia Foundation”

Kamipun berjabat tangan, untuk yang pertama kalinya.

Semua lanjut menikmati hidangan malam itu, seperti biasa, hidangan untuk ku selalu sudah disiapkan Della, tidak hanya hidangan, dia juga menutupi kepala ikan dengan sayur – sayuran, dia tahu betul apa yang kusuka dan apa yang kuanggap menggelikan, seperti kepala ikan, ceker dan menu – menu yang menurutku menakutkan, Della benar – benar teman yang pengertian dan baik sekali hatinya, tidak hanya kepadaku, hampir kesemua orang dia berlaku special dan mencurahkan kebaikan hatinya, selama bertemu manusia, baru kali ini aku bertemu orang setulus dirinya.

Obrolan berlajut tentang apa tujuan Zahra datang menemui kami dikantor, Zahra berniat menulis dimedia tempatnya bekerja, tentang apa yang kami lakukan baru – baru ini kami kerjakan, yaitu keberhasil mendukung sekelompok mahasiswa menyelenggarakan event music tanpa disponsori oleh rokok, kami berdiskusi banyak soal itu, cara dia mengulig beberapa pertanyaan tampak seperti Najwa Shihab tapi ada energi oprah juga didalamnya, dia juga sudah satu frekuensi dengan kami dalam memandang permasalahan ini, bagaimana industry rela menggelontorkan uang demi menyebarkan jala emas untuk mendapatkan pundi – pundi uang, biaya untuk sewa peralatan music, panggung megah, lighting yang berkilauan, tidak sebanding dengan produktifitas kesehatan anak muda yang akan menjadi perokok nantinya.

Tapi tentunya bukan itu yang menarik perhatianku, banyak juga jurnalis/penulis yang sudah memandang dari sudut yang berbeda, walaupun dia tetap memiliki khasnya tersendiri, aku juga tidak tau itu apa, Cuma yang membuatku terkejut adalah, dia adalah warga negara Indonesia, aku pikir semua penulis dari Bloomberg Institute adalah kewarganegaraan Amerika, walaupun tidak semua, tapi tidak disangka dia adalah warga Indonesia asli, keturunan sunda, lahir di Bandung dan lulusan Ilmu Komunisan Univesitas Padjajaran, yang hebatnya lagi dia baru saja menyelesaikan gelar master di Harvard University dengan program study Public Health, jurusan S1 dan S2nya tidak linier, mungkin dia punya alasan tersendiri untuk itu. 

Setelah selesai untuk menjawab beberapa pertanyaan dari Zahra, dan hidangan makan malam yang cukup lezat menurutku sudah habis, kamipun berangsur untuk pamit satu persatu, Della pamit duluan, karena ibunya yang menjemput sudah menunggu diparkiran, begitupun bu Mala sudah ditunggu pak Radi sopir pribadinya, aku dan Sakti menemani Zahra berjalan ke stasiun kereta, karena dengan transportasi tersebut dia memilih pulang.

“nanti turunnya di stasiun Cikini?” tanyaku
“iya, nanti dari cikini sambung ojek online menuju matraman”
“temanku juga banyak yang menyewa kos disana, jadi lumayan hafal daerahya”
“iya, sebenarnya bisa saja aku dari sini memesan ojek online, dari pada pesan dua kali, tapi akum au mampir ke TIM (Taman Izmail Marzuki) tidak jauh dari stasiun”
“ada pementasankah disana?”
“tidak ada, Cuma menemani seorang teman melatih tari, sepertinya kamu senang mendatangi tempat seperti itu?”
“tidak rutin sih, Cuma jika sedang tidak memiliki kesibukan, itu salah satu hiburan top 5 ku”
“wah empatnya lagi apa?”
“satu – satu dulu biar tidak gampang lupa”
“iyaa jangan gw dilupain jg, kita jalan bertiga loh” ketus Sakti

Kamipun tertawa melihat ambekan Sakti, Zahra langsung merangkul Sakti dan penepuk pudak ku dengan tawa pula. Hari ini Selatan Jakarta penuh syukur, banyak hal yang menyenangkan yang kadang sering kita lupakan dan baru teringat lagi ketika itu sudah hilang, agar itu tidak terjadi aku mencoba mengingat kembali, bagaimana lezatnya ikan panggang pak Agus, berceloteh dengan Anum, oiya botol minumanku yang diisinya, bahkan aku sampai lupa meminumnya, terimakasih Anum, ringan tangan Della menghidangkan makanan, Della sebagai pelindung dari kepala ikan, terimakasih Della, dan banyak hal lainnya, kadang menikmati hal – hal spele dari kebaikan, menjadi sebanding dengan hal besar lainnya jika penuh syukur, ini juga Della yang mengajarkan, sekali lagi terimakasih ya Della, malam itu diakhiri dengan angin kencang dan suara gesekan rel dari ulah nada kereta yang dinaiki Zahra, hey senang berkenalan… Melody Zahra.


Desa Sade

“ATHAAR ATHARRRRRRRR, gw didepan yaaaa!!!”
Sakti memang tidak memandang waktu, baru juga selesai Shubuh, teriakannya di depan Tamara sudah seperti orang membangunkan sahur, baik dari volume, ataupun nada yang sama saat menyebut athar seperti menyebut kata sahur. Hari ini kami akan berangkat ke Lombok, maklum pekerja social, kantornya ya semesta, sangat luas bukan? Sakti kuminta menjemput, karena setiap berpergian ke luar kota, aku selalu membawa koper besar dengan banyak pakaian didalamnya, padahal kita disana Cuma selama 4 hari, aku sudah tau, tidak semua pakaian dikoper akan terpakai, tapi aku merasa tidak nyaman saja ketika berpergian jauh hanya membawa baju sedikit, jadi Sakti kurepotkan untuk membantu membawa koper dengan mobil sedan kantor, karena tidak mungkin mengangkut koper besar dengan Najwa, oya Najwa itu motorku. Pagi ini aku tidak telat, untung Della sudah membangunkan untuk ibadah shubuh, tapi memang sudah kebiasaanya, setiap kami berangkat dengan pesawat pagi, Della selalu membangunkanku yang gemar telat.

Kami berkumpul dikantor sebelum ke Bandara, kulihat Della sedang sibuk dengan kotak besarnya, beberapa perlengkapan pribadi dimasukan kedalam kotak tersebut, seperti sabun mandi, shampo, parfum dll. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, kenapa itu semua seperti perlengkapan untuk laki – laki? Ternyata itu untuk kekasihnya yang bekerja di Bali, Della memang baik sekali, tidak memberikan gift yang mewah atau sesuatu yang berbentuk hadiah pada umumnya, tapi itu adalah sesatu yang sangat dekat dan akan melekat setiap harinya, menurutku itu yang disebut kasih sayang. Dipesawat rencana untuk melanjutkan tidurku batal, pertama Della dengan cepat bergeser kasar mencondongkan badan kearahku, untuk melihat kebawah arah jendela pesawat, katanya itu hal yang paling dia sukai saat pesawat lepas landas, lalu kemudian Sakti, yang komat – kamit berdoa sepanjang pesawat lepas landas sampai mendarat, dan kalian tau? Dia berdoa dengan suara yang  sama persis seperti tadi pagi datang memanggilku didepan Tamara, Bah!.
-----------------------------------------------
Setibanya di Mataram kami langsung di antar ke pusat kota Lombok, ke tempat kantor dimana mitra kami disini bekerja, sampai disana langsung diadakan rapat program untuk 1 tahun kedepan, dimana program tersebut nantinya akan dijalankan di Kota Padang, Bogor, Bekasi, Tangerang Selatan dan Lombok. Tidak ada yang terlalu menarik dalam rapat, semuanya begitu normative dan makro, “ayo kita lakukan yang terbaik” atau “kita harus membuktikan kalau kita bisa melakukannya” dan bla bla bla lainnya, yang menurutku tidak ada hal yang akan dikerjakan, Cuma kata – kata motivasi secara gagah saja, disinilah kadang aku merindukan teman – teman Pembaharu Muda/beberapa teman – teman dikampus, kalau dengan mereka kita langsung menyelam ke ide, memberanikan otak  berimajinasi, memasukan hal – hal yang disukai, bisa film, manga, lagu dan hayalan aneh lainnya kedalam bentuk kegiatan. Aku tidak sepenuhnya setuju, namun kadang ada betulnya juga apa yang dikatakan Abdur Arsyad seorang komika dari Timur, dia pernah berucap “menyuruh orang tua untuk kreatif, sama dengan menyuruh balita menjelaskan statistic!”.

“ayooo kita menculik gadis di desa sade” tawar Ayah Akmal, salah satu petinggi lemabaga disini.
“hah menculik?” kurasa itu tanya semua orang yang ada disini yang berasal dari luar Lombok.
“disini ada sebuah desa, Namanya desa Sade, disana jika ingin meminang seorang anak gadis, kita harus menculiknya terlebih dahulu”
“benarkah ayah Akamal? Kalau gitu atur thaaar, lu biasanya kan jago bikin strategi yang matang, gw mau culik 4, nanti gw bagi untuk ayah Akmal 1, kalau masih mau nambah istri”
“hush, walaupun bercanda tidak boleh begitu, jangankan istrinya pak Akmal, anaknya aja pasti jotos lu  kalau dengar lu ngomong begitu” ucapku sedikit kesal.
“bercanda kali paaak”
“haha iya gue juga kaliiik”
“haha yasudah ayo berangkat!!!!” ujar ayah Akmal sembari berdiri dengan susah sambil menompang lututnya.
“ayooooo” teriak kompak semua orang.
--------------------------
Desa Sade terletak dipinggiran jalan raya Lombok, tapi ketika sudah masuk kedalam gerbangnya, kalian akan merasakan kehidupan dunia yang berbeda, semua bangunan dan rumah berwarna tanah, sepertinya memang dibangun dari tanah liat, lantainya pun juga hanya berlapis tanah, namun sangat bersih dan dingin, karena menyatu dengan bumi mungkin, para jerami melindungi atap rumah dari panas dan hujan, dan masyarakat disini banyak berdagang menjual kerajinan khas Lombok, membuat pesona Lombok semakin megah.

“Thar sudah dapat ide bagaimana menculik gadis disini?” tanya Della, sepertinya dia ingin memastikan apakah aku benar – benar akan menculik gadis disni, entah mengapa dia selalu ingin memastikan gurauan yang mengarah tentang itu.

“oh sudah dong” kujawab dengan senang
“gimaana?”
“cara ajaib”
“okeeh caranya?
“kuculik dulu ayahnya”
“hahaahhaha teruuuuss” tawanya cantik sekali, dan aku selalu suka
“habis itu aku selfie dengan ayahnya, kirim fotonya kedia dan bilang ayo menikah”
 “kalau dia tetap tidak mau?”
“mau dia”
“kok bisa yakin?”
“soalnya dia juga kirim foto bersama ayahku, ayahku diculiknya juga”
 “hahahhaha, hahahaha Athaaaarrrrrrr”

Kamu tau kenapa aku suka membuat Della tertawa? Baik dengan cara menghibur atau iseng meledeknya, itu karena  harapku untuk melihat senyum yang bagus,  senyumku kan tak sebagus itu, makanya aku menyukai orang dengan senyum bagus, termasuk Della, karena selain bagus juga tulus, sssst untuk ini dia tidak pernah tau alasannku bercanda dan iseng meledeknya, bahkan sampai detik ini.

“ thar sini deh”
“ kenapa?”
“sini aja”

Kudektkan badanku ke Della, dan aku sangat kaget ketika Della melingkarkan tangannya ke arahku, ternyata dia sedang mengikatkan pengikat kepala khas daerah sini kalau tidak salah Namanya “sapu”, Della mengikatnya disaat kami berdiri ditempat yang paling tinggi di Desa Sade, saya seperti Lion King di negri Disney, kala itu.

“sekarang kamu jadi pemimpin desa Sade, jaga perempuan disini ya, dari penculik yang tidak akan membuat bahagia”
“pastii, hanya orang yang punya pikiran menculik ayahnya dulu yang bisa membat bahagia”
“ya aku tau….”
Aah Dellaa jangan tersenyum sedekat ini.
------------------
Saat sedang santai menikmati es kelapa segar di Desa Sade, tiba – tiba telfon genggamku berdering, aku tidak tau ini nomor siapa, kuangkat saja.

“Hallooo”
“ATHAAAARRRR”
wah suaranya sangat keras dan berisik, ternyata itu dalam mode loudspeaker dan ternyata itu juga adalah panggilan video, kulihat lagi memastikan, siapa orang yang ada dalam layer video tersebut.

“woyyy ngapain celingak celinguk, siniiii”
“yaampun Zahra!! Daan kenapa ada bi Ratna jugaaa”
“haloo Athar” tegur bi Ratna sambal mengaduk adonan”
“aku lagi di Verona nih, diajakin masak sama bi Ratna, katanya biasanya sering masak sama kamu”
“wah serunya, iyaaa aku sering kesana ngajarin bi Ratna masak”
“belagunyaaa, kata bi Ratna kamu sering masukin adonan seenaknya, susu putih dan coklat dimasukin tanpa takaran yang pas, gula sebanyak- banyaknya, dan kata Bi Ratna dapur akan jadi sangat berantakan kalau Athar yang megang dapur”

Dia berkata dengan angkuh, padahal dari layer video terlihat jelas bagaimana mukanya berantakan penuh dengan taburan tepung, apronnya yang tadinya berwarna putih sudah ditempeli aneka warna, mirip baju para bocah seusai bermain crayon atau spidol.

“kalian masak apa?”
“masak martabak rasa pandan”
“hah martabak?”
“emang ngga boleh?”
“hmmm boleh aja sih”
“sini tharr..”
“aku lagi di Lombok”
“iya tau, makanya aku suruh kesini, kalau sudah disini tidak kuajak”
“tidak bisa”
“kenapa?”
“sebentar” kuambil pengikat kepala yang diikatkan Della tadi
“aku dapat amanah jaga perempuan disini dari ketidak bahagiaan”
“hahaha yaampun lagi di Sade ya”
“kok tau?”
“yaaa aku pernah kesana, yasudah aku menculikmu saja gimana caranya”
“tiket pertunjukan di TIM”
“wah gampang, tunggu yaaaa, yasudah aku lanjut masak dulu, nanti kupamerkan hasilnya beserta tiket penculikannya”
“baaiiik, aku pulang 3 hari lagi, jangan salah hari ya”
“siap graak, bye tuan tiramisu”
“bye ibu martabak pandan”
Tuuuuttt…….
------------------------------------
Selama 3 hari di Lombok sangat menyenangkan, selain pesona alamnya, pesona manusia disini juga tak kalah menarik, orang Lombok baik hatinya, santun sikapnya, itu menjadi penepis rapat yang membosankan. Lalu apa? Ya betul! jangan lupa mensyukuri hal baik apapun seperti yang Della sudah ajarkan, mensyukri jauh lebih menyenangkan daripada ketika saat menjalani hal yang disyukuri tersebut, pagi ini kami akan kembali ke Jakarta, tapi tidak dengan Della, dia mau mampir 1 hari dulu di Bali bertemu kekasihnya, sambil membawa kotak penuh kasih sayang yang sudah dia persiapkan saat shubuh dikantor, Della pergi ke pintu yang bebeda dari kami, aneh saja rasanya pulang tanpa Della,mungkin karena kami sudah biasa dimanja dan dijaga olehnya, sambil melambaika tangan kearahnya, tangan satuku lagi berada di dalam saku, aku menggenggam dengan keras ikat kepala yang Della, sambil berucap..

“kalau di Bali ternyata kebahagiaannya tidak ada, bilang ya, biar kujaga dari penculik yang tidak mengkedepankan bahagia, karena bahagia itu memang sulit, tapi tidak bagiku, jadi megadu saja kapanpun kamu mau… hati- hati Della…”

Della pergi bersamaan dengan sebuah pesan masuk ke Whatsapp ku.

Pesan sebuah tiket pertunjukan theatre di Taman Izmail Marzuki.

Sadam di Taman Izmail Marzuki

“maafkaan telaaaat pertunjukannya sudah selesai ya? maafkan”

Zahra mengagetkanku yang memang sedang menunggunya di gerbang TIM, aku sudah menunggunya selama 2 jam dari jam 5 sore, untungnya banyak hal yang menarik di TIM, jadi tidak terasa saja waktu 2 jam telah berlalu.

“tidak papa, mungkin karma, aku juga sering membuat orang menunggu”
“maaf yaaa, tadi macet sekali, aku harus mengantar orang ke bandara”
“iya ngga papa, sudah aku bilang mungkin ini karma”
“hahha iya aku tau, kamu sering telat ketika rapatkan?”
“tau darimana?”
“Mba Rita”
“kamu cari tau?”
“jangan geer, tiap ketemu mba rita, kalau membahas kantormu pasti mba rita lebih berpusat mencertakan kekonyolanmu”
“benarkah? salah satunya?”
“kamu pernah sangat telat datang ke rapat, berjam – jam kabarnya”
“lalu?”
“ya setibanya dikantor, kamu panik minta maaf karena telat, dan langsung bicara cepat tanpa henti menyampaikan semua ide kamu, saya punya rencana begini bla bla blaaaa, semua orang Cuma diam dan lanjut tertawa, karena rapatnya memang belum dimulaiiii, padahal sudah diberi tau di group kalau rapat ditunda, sepertinya ngga kamu baca, ahahahha athaaar makanya jangan telat terus”
“kamu jugaaa, hari ini sama, pertunjukannya di tundaa, belum dimulai, hahaha gimana rasanya? Seperti itulah yang aku rasakan ketika itu, kita sama”
“bedaaaa tuan tiramisu, aku sudah tau pertunjukannya ditunda, kan aku yang daftarkan tiket, jadi diberi tau oleh penyelenggara lewat email, kalau pertunjukannya tertunda 2,5 jam, tadi aku pura – pura saja bilang pertunjukannya sudah selesai apa belum, makanya hape jangan di tas teruss”
“aseem,!! eh sebentar tau darimana kalau hapeku sering ditas? Kurasa itu bukan hal yang dipehatikan mba rita”
“adaaa deeh, ayoo kedalam sudah mau mulai” Zahra langsung menggegam tanganku menarik masuk.
Hari itu pementasan theatre mempertunjukan cerita hasil adopsi film layer lebar Petualangan Sherina, banyak artis ternama yang main disana, seperti Happy Salma, Luqman Sardi, sekaligus Sherina Munaf langsung yang memainkan musicnya, benar – benar pertunjukan yang luar biasa, bayangkan film musical dibawakan secara langsung, Indonesia mendekati level Disney!

“aku suka sadam”
“aku suka Happy Salma”
“eh bicarakan perannya, bukan pemerannya”
“hahaha kenapa suka sadam?”
“karena dia tipe yang kebingungan kalau tidak jujur”
“maksudnya?”

“iya sebenarnya dia menggumi Sherina, tapi karena tidak mau kelietan suka, karena gengsi seorang bocah, dia berlaku aneh, gelisah dan akhirnya dituangkan dengan sering memusuhi & menjahili sherina, lucu aja liat dia sedang tidak jujur, bukan berarti dia bohong, Cuma kurang lihai saja menyembunyikannya atau memastikan hatinya, karena gelisah, terus saja menjahili”
“hmmmmm..” aku terus menyimak kekaguman Zahra ke Sadam.

“tapi orang seperti itu sekalinya jujur sangat indah sekali ketulusannya, coba ingat bagaimana dia berusaha melindungi sherina dari penculik, padahal dianya sendiri penakut, anak mami yang cengeng, tapi dia jaga orang yang dia sayangi sebisamya, apalagi saat dia sudah tidak mampu lagi, dia menyuruh sherina pergi ninggalin dia seorang diri dari penculik, diakhiri dengan mengecup kening Sherina dengan hangat dibawah teropong bintang, aaaah di dunia asli ada ngga ya orang seperti itu?”

“itu karakter manusia yang ciptakan, kalau manusia saja bisa membuat karakter seperti itu, tuhan apalagi, pasti tuhan punya yang lebih hebat, emang kamu mau ke yang seperti itu?”

“mauuuu thar, kalau yang biasa saja tidak menarik, karena dia langsung bisa diukur kasih sayangnya diawal, jadi sudah tertebak dari awal, tidak ada lagi yang ditunggu kedepannya, kalau yang kayak sadam, beda, pasti akan ketemu banyak kejutan,karena orang seperti itu tidak bisa ditebak, kita bakal banyak ketemu hal – hal ajaib diluar nalar nantinya, kita bisa menikmati banyak proses seru yang membuat hati selalu terkejut penuh kekaguman, menurutku tipikal orang seperti itu, kasih sayangnya tak terbatas, dan garis hidupnya penuh kejutan juga, tak tertebak, tipikal disayang dan diperhatikan tuhan”

“tapi sadam uda gede jelek jadi Derby Romero”
“hahaha sudah  ku bilang perannya, bukan pemerannya, Derby Cuma memerankan, tapi seperti katamu, didunia asli pasti ada manusia seperti saddam, aku yakin tuhan sudah menciptakan, semoga aku beruntung bisa bertemu atau dipertemukan dengan orang ajaib seperti itu”

Kulempari Zahra dengan beberapa daun yang ada didekat kami.
“ih apaan si Athar”
“mau jahil biar jadi sadam, mau ketemu kan kamunya?”
“tidak natural”
“hahaha iya soalnya aku tidak sedang kebingungan & tidak jujur seperti sadam”
“hayoo kapan terakhir kali kebingugan?”
“tidak pernah”
“Yaaah”
padahal dalam hati kujawab, kemarin… di Bandara.


Malam itu aku mengantar Zahra pulang dengan Najwa, aku senang sekali bisa dipertemukan dengan Zahra, aku jadi punya teman yang memiliki banyak kesamaan, sama- sama suka dunia tulis menulis, sama – sama menggemari sastra, aku juga berjanji akan mengajaknya ke kediaman pak Anwar sebagai balas budi telah mengajaku ke TIM, dia antusias sekali. Terimakasih yaa sudah membuat hari ini menyenangkan, jangan pernah bosan menculik lagi dengan tiket pertunjukan, siapa tau sedang menculik sadam, terimakasih  dan salam hangat.. Melody Zahra.

33 komentar:

  1. Minggu, 3 Februari 2019. Sekangen ini aku sama kamu.

    BalasHapus
  2. Selasa, 6 Februari 2019. Hari ini aku pergi ke tempat yang sangat menenangkan. Aku senang sekali. Kapan-kapan kita ke sana, ya!

    BalasHapus
  3. Ada surat untuk Leo. Nanti aku bacakan langsung jika ketemu ya! Secepatnya.

    BalasHapus
  4. Minggu, 2 Agustus 2020.
    Kamu masih ngga suka kismis?
    Tahu ngga, ternyata kismis tuh asalnya dari buah anggur yang dikeringkan!

    Wah, aku baru tahu hari ini di meja makan.

    Aku pingin suka kismis.

    BalasHapus
  5. Hari ini aku pergi ke Surga. Entah kamu masih mengingatnya atau sudah mulai lupa. Aku tidak sedang baik-baik saja. Dunia rasanya sangat riuh dan berserakan. Beban di punggunggku.. Berat sekali.

    BalasHapus
  6. Kak Iman, aku pusing sekali. Sekarang au jadi pimred untuk redaksi online simulasi kampus. Di saat yang bersamaan, aku harus menyelesaikan buku bulan ini, aku juga harus mengerjakan projek lain. Belum lagi kuliah semester bawah yang tugasnya sangat banyak. Kak Iman!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Sehat terus yah!

    BalasHapus
  7. Halo Iman. Hari ini aku tahu,kamu melangsungkan akad beberapa hari lalu. Bahagia selalu, yah. Terima kasih banyak sempat diizinkan mengenal. Semoga kita ngga pernah papasan lagi, di mana pun, dalam bentuk apapun. Aku doakan untuk kebahagiaan kak iman. Hari ini, aku pamit. Dadaa~

    BalasHapus
  8. Dah pamitan, tapi kangen lagi. Gegara ngeliat Meme peluk Mas Danang dengan sangat erat dan muka cemberut. Yaaah gitu.

    BalasHapus
  9. Hai, kamu apa kabar?
    Aku meminta izin, untuk menyembuhkan luka di kolom komentar. Untuk membiarkanmu membaca kerinduanku. Bacalah dengan lantang! Seperti kamu yang selalu menabuh keras ingatan di kepalaku!

    BalasHapus
  10. Ternyata aku masih juga belum dewasa. Belum bisa tidak menangis saat tidak berhasil melupakanmu.

    BalasHapus
  11. Dear Kak Iman. Aku ngga tau kenapa memori tentangmu bisa melekat sedalam ini. Sekuat ini.

    BalasHapus
  12. Hai. Sekarang aku sedang ikut pelatihan singkat selama dua hari. Sangat membosankan. Bikin ngantuk. Di saat tidak sibuk,kenapa harus kamu sih, yang aku ingat? AssssnsbdjfjdkskdbjsjskNdbrhd.

    BalasHapus
  13. Aku masih tidak bisa membuka pintu. Bukannya terkunci, hanya saja semua hal tentangmu masih menghadang di belakang pintuku. Aku sulit sekali membukanya. Tak bisa kusingkirkan begitu saja. Kangen lagi, Poh.

    BalasHapus
  14. Kak Iman, aku kangen sekali. Aku harus bagaimana jika sudah berdoa pada Tuhan, tapi tidak meneukan jawaban?

    BalasHapus
  15. Seru banget hari ini!!!! Semiga kamu juga bahagia dan seru-seruan di sana!

    BalasHapus
  16. Kakak, aku kangen sekali.

    BalasHapus
  17. Hari ini aku mimpi kamu. Bawain balon babi warna abu abu banyak sekali. Kita mau nonton konser ke Gramedia. Sehat-sehat ya! Memori tentang Kak Iman selalu membekas sisa.

    BalasHapus
  18. Aku sedang di Jakarta, Kak Iman. Mencoba berdamai dengan perpisahan kita.

    BalasHapus
  19. Kak, tenyata hidup ini berat sekali, ya. Aku hampir berada di usia Kak Iman saat dulu kakak mengenalku. Berada di usia 24, rasanya aku ngga sanggup. Hahaha.

    BalasHapus
  20. Sampai ketemu lagi! Selamat 2023!

    BalasHapus
  21. Bagaimana cara menyimpan dan pada Tuhan, Kak Iman? Bisakah aku bertahan sampai entah kapan?

    BalasHapus
  22. Satu jam aku menangis. Pecah telor. Setelah ini, aku berjanji tidak akan menangis sebesar dan semenyakitkan apa pun yang aku hadapi.

    BalasHapus
  23. Ada beberapa hal yang ingin aku simpan sendirian. Agar menjadi rahasia antara aku dan Tuhan. Kak, senang rasanya punya banyak uang! :)

    BalasHapus
  24. Kak, apakah menjadi dewasa memang seberat ini?

    BalasHapus
  25. Kok kangennnnnnnnn huftttt

    BalasHapus
  26. Ternyata seknas famm bukan ruang aman

    BalasHapus
  27. Wkwkwkwkwkw asem kangen woi 🤣

    BalasHapus
  28. Aku baru sadar hari ini. Ternyata ada yang berbeda dari blogmu. Ah, berarti pesan-pesanku mungkin sudah kamu baca, ya?
    Terima kasih banyak, ya. Aku diizinkan menyembuhkan luka di kolom komentar.
    Aku senang sekali hari ini. Sehat selalu, kakak!

    BalasHapus
  29. Halo lagi! Hari ini, sepertinya aku bahagia. 🐣

    BalasHapus
  30. Aku sudah tidak sanggup berlari lagi. Sepertinya aku menyerah.

    BalasHapus
  31. Ada tugas matkul pak heru yang susah bgt dikerjain 😭 mataku ngantuk dan capek banget, tapi bahkan setengahnya aja belum. Besok harus udah selese tauuuk! 😭 kangen dikit gpp kalik pohhhhh 🦥💨 thnk u bgt!!!!

    BalasHapus
  32. Hari ini hari Rabu. Aku bangun jam 07.56 karena mimpi panjang. Aku mimpi di Jakarta, dijemput Kak Azk dan temannya dari bandara. Kami naik motor bertiga, aku di belakang dan semoat terjauh karena hujan deras dan Kak Azk naik motornya ngepat-ngepot.

    Kami datang ke suatu tempat, seperti museum atau tempat makan gitu. Harga tiket masuknya 20rb. Yang bayarin teman Kak Azk. Kak Azk bilang, dia sudah merancang pertemuan untuk aku bertemu Kak Iman. Aku diam seketika karena kaget bukan main. Aku tanya, kenapa?
    Kata dia, dia sedih melihatku yang masih menulis tentangmu.

    “Padahal kan, aku sudah lama tidak menulis tentang dia,” kataku.

    Kak Azk diam dan sedikit kebingungan.

    “Hah! Jangan-jangan?” Kataku.

    “Aku baca blog Kak Iman.” Kata dia.

    Aku menangis sejadinya di ruang tunggu. Banyak hal riuh di kepalaku. Aku tidak menyangka dia sebaik itu dan tentu tidak menyiapkan apapun jika bertemu kamu.

    Dalam mimpiku, aku pergi ke toilet untuk cuci muka. Berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Keluar dari ruang tunggu, maju sedikit dan belok kiri menuju lorong panjang dan tinggi seperti pintu-pintu bangunan Belanda.

    Aku melihatmu dari jauh. Bergegas aku masuk toilet. Kamu juga masuk ke sana. Ternyata aku belum punya keberanian untuk melihatmu bersama orang lain. Aku masuk ke mushola dan sholat tanpa wudhu karena menghindari kalian. Jam di dinding menunjukkan pukul 17.30. Banyak orang di luar mengantre untuk masuk sholat agar dapat gratis buka puasa. Aku keluar melewati banyak orang. Mukena masih kupakai. Tiba-tiba aku sudah di jalan kampung depan SD. Aku menangis, kemudian terbangun.

    Pagi yang seru. Setidaknya aku berterima kasih; karena mimpi itu, hari ini total tidurku lebih dari 8 jam. Nyenyak.

    BalasHapus